0
MEDAN | GLOBAL SUMUT-Putusan Pengadilan Negeri Medan, menyatakan M. Hafizham sebagai penggugat sah memiliki lokasi di Pantai Anjing seluas 10 Ha, dan dengan keputusan tersebut juga telah membatalkan dan tidak sah sertifikat kepemilikan semua lahan Pelindo I yang ada di Pelabuhan Belawan seluas 278,15 Ha, sehingga dengan hal tersebut, Pelindo I tidak berhak atau tidak dibolehkan beroperasi di Pelabuhan Belawan karena sertifikat tersebut dianggap tidak sah oleh Pengadilan Negeri Medan.

Humas Pelindo I, M. Eriansyah menyampaikan bahwa Putusan ini tentu sangat tidak berimbang, “Karena selama pemeriksaan perkara perdata tersebut dari tingkat PN Medan  dan  tingkat Kasasi di MA RI, Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara tidak secara objektif sebab M. Hafizham tidak memiliki satupun dokumen surat atau bukti kepemilikan yang kuat  atas tanah tersebut, sedangkan Pelindo I mempunyai bukti yang kuat dan sertifikat asli,” kata Eriansyah.

“Penggugat dalam hal ini Hafizham melayangkan gugatannya hanya berdasarkan surat keterangan kehilangan atas surat Grant Sultan tersebut dan tidak pernah menunjukkan surat Grant Sultan yang Asli selama di persidangan. Dan identitas penggugat selama dipersidangan juga tidak jelas. Tapi gugatannya malah dimenangkan,” jelas Eriansyah yang juga didampingi oleh Tim Hukum dan Kuasa Hukum Pelindo I dari kantor Pengacara Junaidi Albab Setiawan serta Ketua DPC Serikat Pekerja pelabuhan I kantor Pusat, Kamal Akhyar.

Ketidak berimbangan juga tampak saat PN Medan meletakkan sita jaminan atas tanah 10 Ha tersebut tanpa ada pemberitahuan kepada Pelindo I sebagai termohon eksekusi dan pihak-pihak yang berbatasan dengan tanah tersebut tidak pernah diberitahu.  Pelindo I menguasai tanah tersebut berdasarkan alas hak yang sah dan harus dilindungi oleh Undang-undang yaitu sertifikat Hak Pengelolaan No. 1/ Belawan I tanggal 03 Maret 1993 total seluas 278,15 Ha yang termasuk didalamnya tanah 10 Ha yang dikenal dengan tanah lokasi Pantai Anjing.

“Keganjilan yang terjadi selanjutnya adalah bahwa, Tanah 10 Ha yang diklaim sebagai lahan perkebunan tersebut dahulunya merupakan area pasang surut yang menjadi tanah timbul akibat buangan tanah dari reklamasi pembangunan Terminal Petikemas Belawan (sekarang BICT). Hal ini dapat dibuktikan dengan peta Ooskust Sumatera Mond Der Belawan-En Deli Rivier tahun 1953-1954, dimana dalam peta tersebut menunjukkan bahwa lokasi tanah tersebut masih merupakan area pasang surut atau didominasi oleh lautan,” sambunag Eriansyah.

Saat ini, lokasi tanah tersebut digunakan sebagai akses jalan keluar masuk ke Dermaga untuk pengangkut dan membongkar barang kebutuhan pokok Sumatera Utara, dan sebagian juga digunakan sebagai jalur pipa Pertamina untuk konsumsi BBM wilayah Sumatera Bagian Utara .

Dengan keputusan tersebut, jika memang dibatalkannya HPL Pelabuhan Belawan maka begitu banyak kerugian yang akan dialami, tidak hanya Pelindo I namun juga masyarakat Medan khususnya dan Sumatera Utara pada umumnya. Karena begitu pentingnya keberadaan pelabuhan bagi masyarakat, bila terjadi sesuatu yang tidak baik atas kepemilikan lahan tersebut tentunya akan mempengaruhi kestabilan ekonomi di masyarakat yang berdampak kepada ketertiban yang terganggu, karena Pelabuhan Belawan yang merupakan pelabuhan terbesar ketiga di Indonesia merupakan pintu gerbang perekonomian Sumut dan Sumatera.

“Distribusi barang kebutuhan pokok (sembako) seperti beras, gula, minyak goreng dll, dan kebutuhan lainnya seperti penyaluran BBM bagi kebutuhan masyarakat pasti akan terganggu. Selain itu juga hal ini akan menggangu perencanaan pembangunan perekonomian khususnya Program Maritim Pemerintah dalam mendukung Tol Laut,” jelas Eriansyah.(Abu/Din/Man)

Posting Komentar

Top