0
JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Pembangunan daerah perbatasan oleh Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla diapresiasi anggota DPR RI dari PPP, Moh. Arwani Thomafi. Menurutnya, membangun Indonesia dari pinggiran sebagaimana tertulis di poin ketiga Nawacita sudah dijalankan dengan serius oleh Pemerintah.

“Selain jalan, jembatan, PLBN diperlukan juga sarana pendukung informasi dan komunikasi di daerah perbatasan, agar publikasi berjalan lancar. Jangan sampai di daerah terluar, terdepan, tertinggal masyarakat juga susah berkomunikasi. Kemkominfo RI, KPI, BNPP, dll harus meningkat kolaborasinya. DPR RI siap mengawal.”

Hal tersebut disampaikan Arwani Thomafi dalam Diskusi “Peran Media dan Warganet dalam Memperkuat Nasionalisme Melalui Publikasi Pembangunan Daerah Perbatasan” di Gedung Dewan Pers, Jumat sore (22/12/2017). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi, dan diikuti 98 orang dari media, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Di samping Arwani, hadir juga menjadi narasumber Agung Suprio (Komisioner KPI Pusat), Robert Simbolon (Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP), dan Hariqo Wibawa Satria (Direktur Eksekutif Komunikonten). Kemudian, yang menjadi moderator adalah Luqman Rimadi (Wartawan).

Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP, Robert Simbolon mengatakan, batas wilayah negara adalah halaman depan negara, bukan lagi sebagai halaman belakang negara. Perubahan paradigma ini dirasakan bermanfaat, salah satunya terjadi peningkatan kunjungan wisatawan hingga 70 persen dalam setahun.

“Dari berbagai pembangunan daerah perbatasan banyak manfaat yang sudah dirasakan masyarakat seperti mempercepat waktu tempuh ke berbagai tempat, bertambahnya wisatawan,  dll. Pembangunan daerah perbatasan akan terus dilakukan, pemerintahan sekarang punya komitmen kuat membangun Indonesia dari pinggiran untuk Indonesia yang satu,” paparnya.

Menurut Komisioner KPI Pusat Agung Suprio, pembangunan dari pinggiran oleh pemerintah dinilainya bagus. Namun, pembangunan penyiaran jangan dilupakan, padahal hal ini sangat penting. “Jalan penting, gedung penting, siaran juga penting,” katanya.

Menurut dia, ada tiga masalah di perbatasan, yakni susahnya jaringan internet, luberan siaran asing, dan minimnya siaran nasional. Jika ini tidak kita seriusi maka bisa menyebabkan disintegrasi sosial bahkan disintegrasi teritorial. Karenanya, KPI melakukan kolaborasi dengan Kemkominfo, TVRI, RRI ATVSI dan ATVNI, Lembaga-lembaga penyiaran agar terjadi penyiaran di daerah perbatasan. Ada 10 daerah yang bersiaran, tapi baru ada 4 yang terimplementasi.

Sepuluh daerah tersebut adalah Sungai Paknin (Riau), Nunukan (Kaltara), Atambua (NTT), Balai Karangan (Kalbar), Ternate (Maluku Utara), Padang (Sumatera Barat), Suwela (NTB), Wanci (Sultra), Tarakan (Kaltara), Sanggauledo (Bengkalis)

“Untuk daerah perbatasan sebagian kecil sudah dialiri tayangan nasional, dengan tayangan lebih bersih. Ini usaha konkret untuk membantu Pemerintah menuntaskan Nawacita. Di tahun 2018 nanti kita harap bisa menayangkan di semua daerah perbatasan, sehingga potensi distegrasi sosial dan disintegrasi teritorial bisa kita atasi,” paparnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komunikonten Hariqo Wibawa Satria juga mengapresiasi pembangunan daerah perbatasan oleh pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. NKRI harus utuh sampai kapanpun, dan NKRI yang utuh wajib diwariskan kepada generasi selanjutnya. Utuh yang dimaksud tidak berkurang wilayah darat, laut, udara, dll.

“Kita melihat poin ketiga dari Nawacita yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI serius dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla seperti pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di banyak tempat, pembangunan jalan baru dan jembatan baru yang membuka keterisolasian. Hal ini sudah berdampak pada meningkatnya kepercayaan diri masyarakat setempat, naiknya kunjungan wisatawan, takutnya pihak-pihak asing untuk mengusik kedaulatan Indonesia,” paparnya.

Hariqo menambahkan, pembangunan daerah perbatasan harus didukung dengan gotong-rotong warganet di media sosial untuk mempublikasikannya, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Terkait publikasi daerah perbatasan, berikut lima hal yang direkomendasikan oleh Hariqo.

Pertama, unggahan atau postingan tentang pembangunan daerah perbatasan masih didominasi akun medsos milik pemerintah pusat dan akun medsos milik media. Peran akun media sosial Pemerintah Daerah harus lebih ditingkatkan (NTT, Kalbar, Kaltara, Papua, dll). Disarankan juga konten video lebih banyak. Sebab, data Google dan Facebook  tahun 2017 menunjukan konten video lebih disukai dan meraih penonton dan share terbanyak. Perlu juga peningkatan produksi konten dan distribusi di instagram.

Kedua, website bnpp.go.id sebaiknya di desain ulang, ditingkatkan lagi kinerjanya. Penelusuran awal menujukan pengunjung 100 persen dari Indonesia. Ranking Global:1,332,281, Ranking Indonesia: 25,428 (alexa.com). Untuk itu, masyarakat, utamanya warga diperbatasan agar difasilitasi mengunggah konten di website BNPP. Selain infrastruktur dan kinerja, profil warga-warga di perbatasan juga perlu menjadi konten di website.

Ketiga, pelibatan publik dalam pembuatan konten tidak bisa sekedar imbauan namun harus didorong dengan lomba-lomba berbasis media sosial dan perlu pelatihan produksi konten. Di daerah perbatasan perlu dibangun ikon selain tulisan daerah perbatasan, sehingga pengunjung memiliki opsi lain untuk berfoto. Perlu juga apresiasi terhadap produk komunikasi atau warga yang aktif membuat konten, menyebarkan konten tentang daerah perbatasan.     Keempat, mendorong dan memfasilitasi mahasiswa (S1-S2-S3) untuk menulis tugas akhir (skripsi-tesis-disertasi) tentang daerah perbatasan. Ini akan menambah sumber ide dalam membangun daerah perbatasan, selain juga penghematan biaya penelitian.

Kelima, perbedaan pilihan politik adalah hal biasa sebagaimana terlihat di media sosial. Namun kita sebagai pengguna media sosial harus bersatu dalam isu-isu yang menyangkut kepentingan nasional, salah satu contohnya daerah perbatasan. Kita tidak ingin Indonesia yang dikenal hanya Jakarta.

“Isu ketimpangan pembangunan rentan digunakan untuk memprovokasi dorongan merdeka. Di sinilah pentingnya gotong-rotong warganet dalam mempublikasikan pembangunan dan kerja-kerja pemerintah (pusat dan daerah) dalam membangun daerah perbatasan. Karenanya, pembangunan daerah perbatasan merupakan salah satu kerja nyata menjaga keutuhan NKRI. Ini kerja panjang, karena Indonesia bukan Singapura, bukan Swiss. NKRI adalah negara besar. Yang terpenting pembangunan dari pinggiran sudah dimulai dan ada jaminan semua daerah perbatasan akan dibangun,” tutup Hariqo.[red]

Posting Komentar

Top