JAKARTA
| GLOBALSUMUT-Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok
Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran berpandangan, kebijakan Menteri
Keuangan yang menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146
Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau telah membuat kegelisahan
para pemangku kepentingan yang akhirnya membuat perhatian GAPPRI.
Merespon
regulasi tersebut, GAPPRI telah menulis surat kepada Menteri Keuangan
tertanggal 23 April 2018 perihal Usulan Kebijakan Tarif Cukai Hasil
Tembakau 2019, untuk mendapatkan perhatian Ibu Sri Mulyani Indrawati.
GAPPRI
juga telah berkirim surat kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo melalui
surat bernomor D.1018/GAPPRI/X/2018, tertanggal 22 Oktober 2018, perihal
Kebijakan Cukai Hasil Tembakau ke Depan Membuat Gelisah Industri
Kretek.
Menurut Ismanu, isi surat tersebut
memohon kepada Presiden Joko Widodo berkenan mempertimbangkan tiga poin
krusial yang sama sebagaimana permohonan GAPPRI kepada Menteri
Keuangan, utamanya Negara dapat lebih memberikan perlindungan kepada
industri kretek, sehingga kretek tetap lestari.
Adapun
tiga permohoman tersebut adalah: Pertama, meninjau kembali rencana
simplifikasi golongan serta penggabungan kuota rokok kretek dan rokok
putih, serta roadmap cukai dalam PMK 146/2017 untuk tidak dilaksanakan
di tahun 2019.
“Kami tidak menolak
kebijakan ini, tapi memohon untuk dikaji ulang dan dipertimbangkan
kembali pelaksanaannya agar industri kretek lebih siap,” ujar Ismanu,
dalam Siaran Pers, di Jakarta, Jumat (2/11).
Kedua, menggalakkan pemberantasan rokok ilegal. Dan ketiga, melakukan ekstensifikasi barang kena cukai di luar tembakau.
Ismanu
berpendapat, PMK 146/2017 berpotensi mengarah kepada monopoli. Dalam
kata lain, berpotensi hanya akan menguntungkan pabrik terbesar berstatus
penanaman modal asing (PMA) saja, dan akan menggeser rokok kretek yang
multi varian ke rokok putih yang hanya satu jenis.
GAPPRI
memandang, kebijakan simplifikasi layer sama dengan penciutan strata.
Hak ini sangat kurang tepat karena tidak sesuai dengan karakteristik
industri kretek yang beragam jenis, dimana kretek diproduksi oleh 450
pabrik; golongan besar, menengah dan kecil, tersebar di daerah Jawa
Tengah dan Jawa Timur.
"Kurang lebih 80% jumlah pabrik tersebut adalah anggota GAPPRI,” tegasnya.
Dikatakan
Ismanu, kontribusi industri hasil tembakau terhadap pendapatan Negara
dari sektor cukai hasil tembakau dan pajak pada tahun 2017 kurang lebih
Rp200 triliun. Selain itu, industri rokok kretek merupakan industri
padat karya yang melibatkan 6 juta orang petani dan buruh dengan
multiplier effect yang mampu menggerakkan perekonomian nasional.
“Kretek
juga berdaulat atas pasar rokok di tanah air. Industri kretek dapat
disebut pundi-pundi kekayaan khasanah industri bangsa. Karena itu,
keberpihakan pemerintah terhadap industri kretek sangat kami harapkan,”
terang Ismanu.
Di sisi lain, GAPPRI ingin
mengucapkan terima kasih kepada bapak Presiden Joko Widodo yang selama 4
tahun memimpin NKRI telah memberikan dukungan kepada industri kretek
nasional yang telah mandiri di bidang ekonomi, menjadi tuan di negeri
sendiri, dan melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk petani
tembakau, cengkeh dan pekerja.
“GAPPRI berharap regulasi untuk kretek terasa nusantara, mengutamakan kepentingan nasional, tidak mengadopsi asing,” tutup Ismanu. [rs]
“GAPPRI berharap regulasi untuk kretek terasa nusantara, mengutamakan kepentingan nasional, tidak mengadopsi asing,” tutup Ismanu. [rs]
Posting Komentar
Posting Komentar