0


JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dinilai masih menjadi tumpuan perekonomian dalam negeri di tengah ancaman badai resesi. Pada Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI dengan sejumlah lembaga penjaminan diantaranya Jamkrindo, Askrindo, Jamkrida dan Aspeda, Rabu (30/9/2020), Anggota Komisi XI DPR ramai-ramai menyuarakan pentingnya pelaku usaha UMKM mendapat penjaminan lebih untuk tetap melangsungkan usahanya ditengah dampak pandemi Covid-19.

Sektor UMKM dihadapkan dengan tantangan sulitnya mendapatkan penjaminan terhadap modal. Hal itu diutarakan Anggota Komisi XI DPR RI Sihar Sitorus yang kemudian menilai bahwa dukungan lembaga penjaminan terhadap UMKM masih belum signifikan. Padahal pelaku usaha sektor itu dihadapkan dengan posisi dilematis. Di satu sisi membutuhkan uang sebagai tambahan modal, tetapi disisi lain tidak memiliki jaminan yang bisa diajukan untuk mengajukan pinjaman.

“Kalaupun ada jaminan tentu sulit mendapat approval dari bank untuk mendapat pinjaman, akhirnya juga jaminannya menjadi sulit. Jamkrindo, Askrindo, Jamkrida dan Askrida ini perlu memiliki terobosan untuk memitigasi problem yang dihadapi UMKM yang lemah dalam pembelian kolateral, khususnya dalam mendapat persetujuan dari bank. Kalau ini bisa dilakukan mungki peran dari lembaga penjaminan ini bisa benar benar terasa bagi UMKM,” kata politisi Fraksi PDI-Perjuangan melalui video conferencenya.

Senada, Anggota Komisi XI DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa juga mengungkap belum adanya implementasi Pemerintah terhadap operasionalisasi kebijakan UU Penjaminan yang seharusnya berorientasi kepada rakyat yang tersebar dari seluruh wilayah dari Sabang sampai Merauke. Menurutnya diperlukan gambaran bahwa pemerintah bisa memberikan proteksi bagi pelaku usaha UMKM daerah sebagai pihak terjamin.

“Saya ingin ada gambaran jaminan kedepannya, yang bisa terukur, bahwa aturan yang ada bisa memberikan proteksi UMKM-UMKM, baik yang perseorangan, koperasi, badan usaha daerah. Indikator saya memberikan perhatian kesana karena kontribusi sektor UMKM saat kondisi krisis terhadap pertumbuhan ekonomi itu tidak kecil, sementara mereka berada di posisi terbawah dan paling terdampak,” ungkap politisi Fraksi Golkar.

Diperlukan upaya jaminan terdepan, lanjut Agun, yang bisa memetakan kondisi masyarakat baik secara geografi dan demografi di tingkat pedesaan. Lembaga penjaminan harus mampu memberikan  peningkatan kemampuan UMKM. Padahal dari sisi kewenangan, sudah ada Jamkrida yang tersebar di 18 kabupaten/kota tetapi belum terlihat kewenangan yang diberikan pemerintah pusat terhadapnya.

“Jangan sampai penjaminan ini yang menerima justru pihak-pihak yang sebetulnya mereka tidak terlalu terdampak kuat, atau berada pada industri yang terlalu besar. Intinya, harus ada perubahan kebijakan ke depannya, baik terkait dengan PMK-nya, dan sebagainya, yang betul-betul penjaminan kepada UMKM itu mudah, tidak njilmet, tidak menyulitkan, jangan sampai mereka butuh modal, tetapi tidak ada yang bisa dijaminkan, harus ada langkah-langkah terobosan,” tandas Agun.

Dalam situasi extraordinary seperti sekarang ini, Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu menilai UMKM dan government expenditure (belanja Pemerintah) sebagai faktor utama penggerak perekonomian yang dipastikan akan jatuh pada jurang resesi. Secara empiris, UMKM bahkan mempunyai kekuatan lebih dalam menghadapi situasi sulit. Karena itu, perhatian stimulus untuk menggerakan ekonomi disamping mempercepat realisasi anggaran pemerintah tetapi berfokus pada UMKM.

“Kehadiran lembaga penjaminan seperti Jamkrindo dan Jamkrida ini akan mengatasi gap (jarak, red) antara kreditur seperti bank dan debitur yang membutuhkan pinjaman. Tentu yang harus disasar adalah pelaku UMKM yang visible, tetapi tidak bankable. Harusnya itu fungsinya tetapi data-data yang disampaikan (dalam rapat) belum menggembirakan. Saya ingin mendorong lembaga penjaminan mengambil peran dalam situasi krisis seperti sekarang,” tegasnya.

Politisi Fraksi Partai Gerindra bahkan menyebut “Triple- L” kelemahan UMKM, yakni lemah terhadap akses modal, lemah dalam pemasaran ke akses pasar, dan lemah secara manajerial. “Untuk itu, teman-teman Lembaga Penjamin tidak hanya harus menyiapkan produk penjaminan tetapi juga perlu ditingkatkan kapasitas pembinaan dan pendampingan UMKM agar mereka tetap terkawal dan terjaga dari kelemahannya,” imbuhnya.

Hadir mewakili Pemerintah, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Lucky Afirman memaparkan bahwa penjaminan kredit modal kerja UMKM yang telah disalurkan oleh Jamkrindo dan Askrindo mencapai Rp 6,2 triliun per September 2020, sebagai bagian dari upaya program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Jumlah kredit yang dijaminkan tersebut telah meng-cover 10.600 debitur yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Maluku dan Papua yang pada bulan sebelumnya belum bisa mengakses fasilitas penjaminan kredit.

“Harapannya makin banyak pelaku UMKM bisa mendapat fasilitas tersebut dan mulai kembali menjalankan aktivitas usahanya. Target sampai akhir tahun 2021 depan, total kredit yang dijaminkan bisa mencapai Rp 80-100 triliun. Untuk itu adanya lembaga penjamin dalam program penyaluran kredit ditengah pandemi ini membantu pengelolaan kredit perbankan semakin prudent. Itu juga mendukung tugas pemerintah dalam mendukung pembiayaan bagi pelaku UMKM,” tandas Dirjen PPR tersebut. (rs) 

Posting Komentar

Top