MEDAN | GLOBAL SUMUT -Banyak dorongan dan kritikan dari para elemen terhadap
pasangan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho dan Tengku
Erry Nuradi yang telah dilantik oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi
di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD Sumut),
Senin (17/06/2013).
Para elemen tersebut meminta agar mewujudkan
birokrasi yang bebas dari korupsi dan menuntaskan kasus-kasus agraria
yang selama ini timbul ke permukaan.
Gubernur
Sumut periode 2013-2018 yang baru dilantik harus bisa mewujudkan
toleransi dan hak-hak minoritas, libatkan partisipasi aktif masyarakat,”
ujar Staf Divisi Studi dan Advokasi Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat
Sumatera Utara (BAKUMSU) Tongam Panggabean kepada kepada wartawan.
Tongam juga menyebutkan untuk mewujudkan demokrasi yang
sesungguhnya dan jaminan penegakan hak asasi manusia di Sumut.” Bakumsu
yang selama ini konsen dalam penegakan hukum, HAM dan Demokrasi di Sumut
merasa perlu menyampaikan catatan kritis tentang permasalahan Sumut
yang tidak bisa dilepaskan dari kegagalan
kepemimpinan periode pertama Gatot Pudjonuroho di Sumut,” ungkap Tongam.
Menurut
Tongam Provinsi Sumut mempunyai rekam jejak birokrasi pemerintahan yang
buruk sepanjang tahun. Salah satu indicator utamanya adalah korupsi.
Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak 2004-2011,
Sumut tercatat sebagai salah satu provinsi terkorup. KPK mencatat dari
total 51.540 laporan pengaduan masyarakaat yang masuk ke KPK, Sumut
menyumbang angka 4.648 (9,02%) di bawah DKI Jakarta sebanyak 9.507
(18,45%)dan Jawa Timur sebanyak 5.007 (9,71%). Sementara khusus kasus
gratifikasi (baca: pemberian hadiah oleh pejabat negara atau suap),
sumut menempati urutan kelima dengan laporan sebanyak 11 (0,8%), DKI
Jakarta sebanyak 1.002 (73,19%), Jawa Barat sebanyak 238 (17, 38%), Jawa
Tengah sebanyak 25 laporan (1,83%) dan Sulawesi Selatan sebanyak 22
(1,61%). Sumut terkesan jalan di tempat saja.
“Pada periode
sebelumnya yakni 2010, ICW juga pernah mencatat Sumut sebagai provinsi
yang memiliki kasus korupsi terbanyak dimana ada peningkatan jumlah
korupsi dari 26 kasus pada semester pertama menjadi 38 kasus pada
semester kedua. Demikian halnya dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum
yang pernah menempatkan Sumut sebagai provinsi dengan jumlah pengaduan
terbanyak ketiga seluruh Indonesia yakni 338 kasus (11%) pada periode
Desember 2010,” ungkap Tongam.
Sementara itu Sekretaris Eksekutif
Bakumsu Benget Silitonga menyebutkan provinsi Sumut mewarisi konflik
agraria terbesar di Indonesia yang tidak kunjung selesai dan berbuntut
pada pelanggaran HAM. “ Sumut tercatat sebagai salah satu provinsi yang
pengalokasian sumber daya agraria terutama tanah sangat timpang,” ujar
Benget.
Di sisi lain kata Benget penyediaan tanah untuk berbagai
proyek pembangunan dan investasi banyak memicu tumpang tindih
kepemilikan tanah. Hal ini telah lama membuahkan krisis agraria yang
latar belakang dan bentuk krisisnya berbeda antara satu tempat dan
tempat lain. Namun secara umum, di Sumut krisis agraria antara lain
terjadinya konflik klaim penguasaan dan pemilikan tanah dan
sumber-sumber agraria lainnya, hilangnya penguasaan rakyat atas tanah
dan sumber-sumber agraria lainnya, terbatasnya akses rakyat terhadap
sumber-sumber ekonomi dan penghidupan dan kerusakan lingkungan dan
kerusakan ekologis.
“Fakta yang cukup memprihatinkan, hampir di
semua penduduk di daerah terlibat konflik yang berujung pada korban
nyawa dan harta benda baik dengan perusahaan perkebunan milik negara
(PTPN II, III dan IV) dan perkebunan Swasta (PT Lonsum dll), korporasi
pertambangan (PT SMM di Madina, PT DPM di Dairi), korporasi pengusahaan
hutan tanaman Industri (HTI) (PT TPL yang mempunyai areal hutan di 8
kabupaten Sumut dan mafia-mafia tanah lainnya baik kelompok maupun
perorangan,” ungkap Benget.
Benget juga menyebutkan bahwa Sumut
tercatat sebagai provinsi tempat tumbuh suburnya tindak kekerasan dan
intoleransi terhadap kelompok minoritas. Ironisnya, berbagai tindakan
yang menciderai nilai kemanusiaan dan HAM tersebut terkesan dibiarkan
saja tanpa ada upaya perlindungan dan pemenuhan keadilan bagi korban.
“Dalam
kurun waktu pemerintahan Gatot Pujo Nugroho periode pertama ada
beberapa tindakan intoleransi antara lain ancaman kelompok yang
mengatasnamakan Islam untuk membongkar Patung Budha Amitabha di Vihara
Tri Ratna Kota Tanjung Balai, Provinsi Sumatera Utara, pembakaran Gereja
HKBP dan Gereja Pentakosta di Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Provinsi
Sumatera Utara, penyerangan dan Penolakan Pembangunan Gereja HKBP di
Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara, penyerangan terhadap Mesjid
Ahmadiyah di Kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera
Utara, penyegelan 16 Gereja dan 1 Rumah Ibadah Lokal (Penghayat
Kepercayaaan – PAMBI) di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh, penutupan
9 Gereja dan 5 Vihara di Kota Banda Aceh Provinsi Aceh dan penolakan
dan penghentian pendirian Masjid Al Munawar Sarulla, Desa Mahornop
Marsada Kecamaten Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera
Utara,” ungkap Benget.
Sebagai catatan penting lanjut Benget
sebagian fakta di atas justru berlangsung pada periode pertama
kepemimpinan Gatot Pudjonugroho di Sumut (2008-2013). Oleh sebab itu,
Gatot Pujo Nugroho pada kepemimpinananya yang baru ini harus
bertanggungjawab atas masalah tersebut. Maka dengan ini Bakumsu
menyerukan:
1. Segera wujudkan birokrasi pemerintahan yang bersih dari segala bentuk tindakan korupsi
2.
Tolak bentuk impunitas hukum dan segala upaya menghalangi proses
penuntasan hukum atas kasus dugaan korupsi pejabat birokrasi
pemerintahan demi terwujudnya pemerintahan Sumut yang bersih dan bebas
dari korupsi.
3. Wujudkan reformasi agraria sejati, tuntaskan
semua kasus agraria dengan melibatkan partisifasi rakyat berkonflik
dalam penyelesaian kasus agraria.
4. Evaluasi kembali dan cabut
izin perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pelanggaran HAM
masyarakat lokal dan masyarakat adat di Sumut.
5. Laksanakan
pembangunan yang partisipatif dengan cara melibatkan peran aktif elemen
masyarakat sipil Sumut dalam pengambilan keputusan terkait dengan
demokrasi, pemerintahan yang bersih dan penghormatan terhadap HAM di
Sumut,” papar Benget.
Sementara itu elemen buruh, mahasiswa,
petani dan nelayan yang berunjuk rasa usai pelantikan pasangan Gatot-
Erry mengungkapkan dengan kondisi harga-harga bahan pokok yang sudah
merangkak naik saat ini maka upah minimum buruh sudah tidak mencukupi
lagi.
“Gubsu merevisi UMP karena daya beli saat ini sudah melemah
disebabkan kenaikan harga barang-barang. Saat ini kami di Medan
menerima upah lajang Rp 1,6 juta dengan kondisi saat ini sulit bertahan
hidup,” ujar perwakilan pengunjukrasa.(Red)
Posting Komentar
Posting Komentar