MEDAN
| GLOBAL SUMUT-Dalam peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional atau
World Press Freedom Day (WPFD) yang jatuh pada 3 Mei 2016, Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) mengusung tema “Berbeda itu Hak!”, sebagai
langkah awal untuk membangun kembali pemahaman publik akan toleransi dan
kebhinekaan Indonesia.
“WPFD
diperingati sebagai momentum demi mempertahankan kebebasan media dari
serangan atas independensi, dan memberikan penghormatan kepada para
Jurnalis yang gugur dalam menjalankan tugas,” kata Ketua AJI Medan-Agoez
Perdana, didampingi Koordinator Divisi Advokasi AJI Medan-Dewantoro,
Selasa (3/5/2016).
Jaminan
atas hak asasi manusia telah diatur dalam pasal 19 DUHAM dan pasal 28F
UUD 1945. Di dalamnya mencakup dua hal mendasar, yaitu hak untuk
memperoleh informasi dan hak untuk menyebarluaskan informasi atau
berekspresi.
Namun
hak dasar itu justru kerap diabaikan oleh Negara. Salah satu bentuknya
adalah yang terjadi belakangan ini, ketika berbagai ekspresi yang
“berbeda” kerap kali digagalkan karena tindakan intoleran kelompok warga
yang lain.
“Tindakan
represi atas kebebasan berekspresi warga adalah ancaman bagi kebebasan
pers dan fungsi pers untuk mengembangkan pendapat umum,” sebut Agoez.
Polisi
Musuh Kebebasan Pers
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
juga mendapat sorotan sepanjang tahun 2015 – 2016, karena gagal
melindungi hak warga negara dalam menyampaikan pendapat atau ekspresi.
Sejumlah kasus pembubaran diskusi, pemutaran film, dan penyampaian
eskpresi lainnya oleh kelompok intoleran terkesan ada pembiaran oleh
Polisi.
Koordinator
Divisi Advokasi AJI Medan, Dewantoro mengatakan, ranah kebebasan
bereskpresi juga tengah mendapat ancaman serius, setelah lebih dari 170
kasus kriminalisasi karena dilaporkan melanggar UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE). Warga yang menjadi korban karena
mengeluarkan pendapat melalui ranah internet ini terus bertambah.
“Peran
Polisi menegakkan hukum terkait kasus-kasus kebebasan berekspresi dan
kebebasan berpendapat dinilai telah gagal. Maka AJI menetapkan Polisi
sebagai musuh kebebasan pers tahun 2016. Ini untuk kelima kali Polisi
menjadi musuh kebebasan pers sejak tahun 2007,” tandas Dewantoro
Permasalahan
kekerasan terhadap pers dalam berbagai bentuk juga kerap terjadi.
Misalnya, kasus terbaru peristiwa tewasnya Cameraman Salam TV, Zulfan
Syaiful, akibat bergumul dengan perompak di perairan Belawan, usai
melakukan tugas peliputan bersama rekan-rekannya yang lain, pada Rabu
(27/4/2016).
“Dalam
momentum Hari Kebebasan Pers Internasional tahun 2016, AJI Medan
mendesak Polda Sumut untuk dapat mengungkap kasus yang menyebabkan
tewasnya Cameraman Salam TV, Zulfan Syaiful, dan menangkap serta
mengadili pelakunya,” pungkas Dewantoro. | rel (Ulfah)
Posting Komentar
Posting Komentar