JAKARTA
| GLOBAL SUMUT-Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi menyoroti
persoalan kapasitas lapas dan keimigrasian yang masih menjadi pekerjaaan
rumah bagi Kementerian Hukum dan HAM.
Terkait lapas, Taufiq menilai bukanlah perkara mudah karena hal ini terkait penganggaran.
“Permasalahan
kita selalu seperti itu. Kalau kita ingin membangun lagi lapas harus
ada anggaran. Dengan tingkat kejahatan masih tinggi dan penerapan hukum
positif kita penjara sebagai sanksi maka ini seperti lingkaran setan.
Kalau tidak mau memasukkan orang ke lapas, maka tentu harus dicarikan
model hukuman lain,” ujarnya dalam rapat Komisi III dan Menteri Hukum
dan HAM, di Kompleks Parlemen, Kamis (25/1).
Politisi
NasDem ini berpandangan, soal kapasitas lapas tidak terlepas dari
pemberian remisi bagi warga binaan lapas. Sebagaimana dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 menyebutkan bahwa yang diberikan remisi
adalah warga binaan dengan hukuman minimal 5 tahun.
“Apakah kita bisa mencabut PP yang sangat kontroversial ini,” tanyanya kepada Menteri Hukum dan HAM.
Dengan
masih memberlakukan PP ini, Taufiq mengungkapkan penyelesaian terhadap
kondisi kelebihan kapasitas lapas masih belum bisa teratasi secara
cepat.
Oleh
karenanya, dalam rancangan RUU KUHP, dia meyetujui bahwa penjara
bukanlah satu-satunya sanksi hukum tetapi sanksi hukum bersifat moral
juga bisa jadi hukuman bagi pelaku kejahatan.
“Jadi
pelanggaran pidana ringan sanksinya tidak harus di penjara. Kalau
caranya menghukum orang selalu di penjara. Sampai kapan kita harus siap
juga bangun lapas baru,” tutur politisi NasDem ini.[red]
Posting Komentar
Posting Komentar