0
LANGSA | GLOBAL SUMUT-Kepala Disperindagkop UKM, PPK, PPTK Kota Langsa dianggap kurang maksimal dalam mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, demikian juga  dengan panitia penerima hasil pekerjaan  tidak cermat dalam melaksanakan pengujian dan pengukuran pada saat serah terima pekerjaan hingga tahun 2016.

Pasalnya,berdasarkan hasil pemeriksaan dan audit BPK-RI perwakikan Aceh tahun 2016 bahwa Disperindagkop UKM kota Langsa telah  menganggarkan pekerjaan pembangunan sarana dan prasarana pasar melalui sumber dana DAK (tambahan tahun 2015) sebesar Rp 6,528 540,000, dengan realisasi sebesar Rp 5,900,226,683, atau 90,51% dari anggaran.

Pekerjaan pembangunan sarana dan prasarana pasar dalam wilayah Kota Langsa (DAK tambahan 2015) dilaksanakan oleh CV, CP sesuai surat peejanjian No, 02/SP.DISPERINDAGKOP/PSR/2016 - 18 Juli 2016 s/d 14 Des 2016, dengan nilai kontrak Rp 6,493,220,000, SPMK No, 02/SPMK.DISPERINDAGKOP/PSR/2016 -18 Juli 2016 dengan jangka waktu kerja selama 150 hari kalender terhitung mulai tanggal 18 Juli 2016 s/d 14 Desember 2016, Disamping itu juga ada terdapat surat Adendum perjanjian  No, 02/ADD-I/SP.DISOERINDAGKOP/PSR/2016, dan Adendum kedua dengan No, 02/ADD-2/SP.DISPERINDAGKOP/PSR/2016. Yang tidak merubah nilai kontrak tetapi merubah jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sampai dengan 30 Desember 2016.

Ternyata s/d tanggal 30 Desember 2016 kemajuan fisik baru mencapai sekitar  95,65 % dan rekanan diberikan denda sebesar Rp 282, 455,07/hari sesuai dengan Adendum perjanjian No, 02/ADD-2/ DISPERINDAG/PSR/2016. Tanggal 30 Desember 2016. Ironisnya pekerjaan telah dinyatakan selesai 100% sesuai berita acara serah terima pekerjaan sesuai No, 02/PPPHP/BASTPP/APBN/DAK/2017- 16 Februari 2017 dan telah dilakukan pembayaran sesuai  dengan SP2D terakhir No, 360/939/DISPERINDAGKOP-DAK/2016- 29 Desember 2016, hasil  pemeriksaan BPK menunjukan bahwa terdapat kekurangan volume pekerjaan dan juga keterlambatan penyelesaian pekerjaan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK-RI Perwakilan Aceh menunjukan bahwa terdapat kekurangan volume pekerjaan dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan, kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp 25,317, 981,85, Diketahui bahwa sesuai berita acara serah terima pekerjaan, pekerjaan baru selesai 100% pada tanggal 16 Februari 2017, hal ini menunjukan bahwa terdapat keterlabatan selama 48 hari,sehingga rekanan seharusnya dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp 59,434,943,13, sesuai dengan bagian pekerjaan yang belum selesai dikerjakan.

Dan denda yang dikenakan oleh PPK adalah Rp 13,557,843,36, atau Rp 282,455,07/hari keterlambatan (4,35% x nilai kontrak x 1/1000) nilai 4,35%. Merupakan sisa pekerjaan yang belum selesai sesuai kontrak, Hal tersebut tidak sesuai dengan surat perjanjian/kontrak No, 02/SP/DISPERINDAGKOP/PSR/2016. Hal ini terjadi akibat :

a,Kepala Disperundagkop UKM, PPK dan PPTK Kota Langsa kurang maksimal dalam mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab nya.

b,Panitia penerima hasil pekerjaan tidak cermat dalam melaksanakan pengujian/pengukuran pada saat serah terima pekerjaan.
BPK merekomendasikan Walikota Langsa agar menginstruksikan Kadisperindagkop UKM untuk segera 

a,Mengenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada PPK, PPTK, dan panitia penerima hasil pekerjaan untuk lebih cermat dalam melaksanakan pengujian dan pengukuran pada saat serah terima pekerjaan,
b,Menarik kelebihan pembayaran dan mengenakan denda kepada rekanan/PT CP sebesar Rp 84.742.924.98. (Rp 25, 317.981.65 + Rp 59.424.943.13) untuk selanjut nya disetor kekas daerah.

Menanggapi hal tersebut, Wira aktivis dan pegiat anti korupsi di Aceh menjelaskan,"Tindak Pidana Korupsi itu berawal dari perencanaan, sehingga rekanan menjadi repot melaksanakan  pekerjaan yang  sesuai spesifikasi teknis, karena hampir semua proyek diduga ada pungutan fee oleh sejumlah oknum, baik itu di sistim pengadaan  dan lelang proyek, sebab anggaran untuk paket dimaksud sudah menguap kemana-mana, sehingga menimbulkan dampak buruk terhadap fisik dan kwalitas setiap pekerjaan yang terkesan asal jadi, apa lagi akibat lemahnya pengawasan dari pihak terkait," ungkap Wira.

"Selaku aktivis dan pegiat anti korupsi sangat mendukung langkah yang dilakukan oleh KPK dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi bahkan kami juga siap untuk berkolaborasi kepada para pihak terkait dan yang berwenang dalam melakukan upaya pencegahan dan  pemberantasan tindak pidana korupsi di propinsi Aceh, terutama kepada Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) "Saat ini sejumlah dokumen penting yang ada sama kami diantara nya adalah Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI tahun 2016 dan tahun 2017 untuk seluruh kabupaten-kota di Propinsi Aceh sedang kami teliti dan kami pelajari, yang selanjut nya akan kami tindak lanjuti, " ujar Wira, Koordinator Investigasi LPAP RI Aceh kepada wartawan (31/7/18).

Wira menambahkan," Untuk tidak semakin larut dan terlena para oknum koruptor yang diduga telah merencanakan dan untuk memperkaya diri serta koorpirasi juga kelompok nya, yang rutin melakukan tindak pidana Korupsi, Kolusi dan Nipotisme  dengan berbagai macam modus,  diantara nya adalah terhadap dugaan perbuatan "PUNGLI FEE PROYEK," "Pada prinsipnya kami sangat mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan upaya pencegahan serta  pemberantasan tindak pidana korupsi di Bumi Aceh seperti saat ini,"pungkas Wira.(arman suharza)

Posting Komentar

Top