0
LANGSA | GLOBALSUMUT-Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Aceh menggelar Lokakarya Pembangunan Sumber Daya Udang Windu Aceh Secara Berkelanjutan yang dilangsungkan di Aula Setda Pemerintah Kota Langsa, Kamis (8/10)
Sekretaris Bappeda Aceh Feriana,  SH, M. Hum lokakarya menyebutkan, lokakarya yang dilaksanakan pihaknya merupakan sebuah tindak lanjut dari hasil pertemuan dengan Kementerian Kelautan dan Perikan Republik Indonesia yang digagas oleh WWF Indonesia.
Dikatakannya, loka karya itu bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang kondisi alam dan pengelolaan induk undang windu dan budidaya udang windu di Aceh.
"Melalui lokakarya ini juga diharapkan akan mendapatkan sharing informasi tentang berbagai data hasil kajian atau penelitian yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya udang windu Aceh,"imbuhnya.
Ferina juga mengatakan, pihaknya melibatkan berbagai elemen dalam kegiatan tersebut, diantaranya Kepala Bappeda dan Dinas terkait di 8 Kabupaten yang mempunyai potensi revitalisasi pengembangan udang windu, para akademisi dan LSM, para petani tambak dan pelaku usaha serta calon pembeli (buyyer) sebagai off taker yang dapat mendukung bangkitnya industri udang windu di perairan Aceh.
Sekretaris Daerah Kota Langsa Syahrul Thaib, SH, M. AP mengucapkan terima kasih kepada pelaksana kegiatan yang telah menyelenggarakan kegiatan di Kota Langsa.
"Terima kasih dan kami senag berada disini (tempat acara) karena ada pihak yang berkompten dari pusat untuk pengembangan ekonomi,"ujarnya.
Lanjutnya, dulu Aceh identik dengan udang windu, terlebih lagi induk udang windu yang berasal dari Aceh dikenal memiliki kualitas prima baik di indonesia maupun di luar negeri bahkan negara seperti Thailand, Vietnam dan China mengambil induk udang windu yang berasal dari Aceh dan mengembangkannya hingga mampu menjadi negara teratas dalam ekspor udang windu.
"Vietnam misalnya, saat ini mampu menempati posisi ketiga dunia dengan menghasilkan 21,3 milliar ton udang windu,"tukasnya.
Sebagai komoditas unggulan asli Indonesia,kata Syahrul, udang windu memiliki nilai ekonomis penting, sehingga eksistensinya harus dipertahankan sebagai bagian dari plasma nutfah Indonesia. Oleh karenanya dalam pengelolaan udang windu harus mempertimbangkan kesesuaian lokasi dan  konservasi sumberdaya udang windu khususnya induk-induk dari alam.
"Kita sering terlena dan merasa bahwa sumberdaya ini tidak tak terbatas, sehingga pertimbangan carrying capacity terabaikan. Inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan stok, imbasnya tidak ada jaminan ketersediaan bagi lintas generasi,"sebutnya.
Harus disadari, keterpurukan usaha budidaya udang windu sejak hampir 2 (dua) dekade yang lalu disinyalir akibat pola pengelolaan yang mengabaikan prinsip-prinsip budidaya yang bertangungjawab, terutama penggunaan bahan kimia dan obat-obatan sebagai komponen pendukung dalam budidaya udang.
"Dampak negatif yang nyata dari perlakuan tersebut adalah terjangkitnya penyakit udang terutama Monodon Baculo Virus (MBV) (Kepala Merah),"pungkasnya.
Namun yang lebih penting lagi, Lanjutnya, Laut sekarang terancam oleh sampah plastik.
Dikatakan Syahrul, Indonesia penyumbang sampah plastik tersebesar kedua di dunia.
"Selain dari sisi hutan mangrove juga sampah plastik dapat mengganggu habitat udang, oleh karena itu mari kita terus kampanyekan tidak membuang sampah sembarangan,"tandasnya.
Lokakarya itu menghadirkan Direktur Perbenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Ir. Coco Kokarkin,  M. Sc selaku Keynote Speaker.(arman suharza)

Posting Komentar

Top