0
Anggota Komisi VII DPR RI, Ratna Juwita Sari, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirut PT Pertamina beserta jajaran di Ruang Rapat Komisi VII, Senayan, Jakarta, Rabu (29/1/2020). 
JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Komisi VII DPR RI mengapresiasi rencana PT Pertamina mengembangkan atau memproduksi biofuel atau bio BBM atau bio refinary. Pasalnya selain untuk mengurangi ketergantungan energi dari luar dan mengurangi impor, biofuel  sangat ramah lingkungan. Meski demikian ada beberapa catatan yang diberikan beberapa Anggota Komisi VII DPR RI terkait rencana tersebut.

“Pada prinsipnya kami sangat mendukung rencana Pertamina pengembangan biofuel B30 bahkan sampai B100 jika memungkinkan. Karena hal itu untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap energi fosil, selain itu juga sesuai paris agreement,” ujar Anggota Komisi VII DPR RI, Ratna Juwita Sari, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirut PT Pertamina beserta jajaran di Ruang Rapat Komisi VII, Senayan, Jakarta, Rabu (29/1/2020).

Melihat banyaknya isu positif pasca uji coba penggunakan biofuel, politisi Fraksi PKB ini agar rencananya rencana pengembangannya dipercepat. Salah satunya untuk menjadi solusi penurunan lifting minyak belakangan ini serta solusi atas defisit neraca keuangan yang sedang dialami.

Meski demikian, lanjutnya, strategi perkembangan bio refinery ini tetap mengedepankan wawasan lingkungan. Jangan sampai pengembangan tersebut mengorbankan banyak lahan produktif, ruang hijau, hutan rakyat dan hutan konservasi. “Semua itu menjadi tanggung jawab kita bersama. Dengan kata lain, jangan sampai Pertamina berusaha mengambil keuntungan, namun malah kehilangan yang lebih besar lagi,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Wanika mengatakan, sejatinya ia menyambut baik rencana pengembangan bio fuel. Namun ia mempertanyakan keuntungan yang dihasilkan, apakah signifikan dengan costyang dikeluarkan. Jika hal tersebut tidak diperhitungkan dengan matang, maka yang didapat hanya pencapaian politis, bukan keuntungan ekonomis.

“Perlu juga (pengembangan biofeul), karena bahan bakunya dari dalam negeri itu bagus. Namun yang harus diperhitungkan juga security of supply-nya. Karena salah satu yang menjadi kelemahan kita adalah security of supply ini tidak diperhitungkan. Kita bisa mengekspor banyak tapi kemudian jeblok,” ungkap politisi Fraksi Partai Gerindra itu.

Menurutnya, Pertamina juga harus memperhitungkan harga. Pasalnya sebelumnya, Fatty Acid Methyl Ester(FAME) yang digunakan sebagai bahan campuran BBM untuk mendukung biofuel (B30) dan itu merupakan lobi dari pengusaha saat harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) turun. Mereka minta dibeli untuk campuran BBM dengan harganya seperti harga CPO. Namun setelah hal itu digunakan, maka teori ekonomi berjalan, di mana ada supply dan demand.

“Dengan kata lain, begitu permintaan tinggi, harga naik, dan kemudian timbul keengganan untuk supply CPO sebagai bahan bakar. Oleh karenanya, bagaimana harga bahan baku (CPO) untuk energi ini bisa terjamin. Dan bagaimana juga dengan formula harganya,” tanya Kardaya memastikan rencana pengembangan biofuel ini berjalan lancar. (red)

Posting Komentar

Top