0
JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Tanggung jawab Negara terhadap korban aksi terorisme hingga kini belum mendapat perlindungan yang jelas dalam sebuah perundang-undangan. Bukan hanya soal kerugian fisik namun kerugian lain yang dialami korban dari aksi terorisme itu juga harus diperjelas. Menurut Wakil Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Supiadin Aries Saputra, DPR akan mendorong adanya penegasan terhadap korban, tentunya dengan hak yang menyertainya.

Merujuk fakta di lapangan, korban bom di Kuningan dan tragedi bom lainnya hingga kini belum jelas penangannya. Revisi UU Terorisme yang sedang dibahas dalam Pansus berupaya menanggung kerugian yang ditimbulkan akibat ledakan bom.

“Kalau dia korban mendapatkan pelayanan rumah sakit. Lalu ada santunan untuk kalau dia cacat seumur hidup, pemerintah harus berikan jaminan,” ujar Supiadin dalam bincang pagi di ruangannya Kompleks DPR, Selasa (29/11).

Dia melanjutkan, untuk lembaga yang akan diberikan wewenang menangani korban, DPR mewacanakan untuk membuat lembaga independen seperti di Inggris. Badan ini akan bergerak sebagai lembaga pengawas. “Perlu ada badan independen seperti badan pengawas intelijen yang dibentuk di Komisi I. LPSK menggunakan dasar itu untuk menetapkan seseorang sebagai korban terorisme, nanti berdasarkan dewan pengawas tadi sudah bisa keluarkan jaminan,” terangnya.

Khusus untuk kompensasi, DPR sedang merancang nomenklatur agar pemberiannya tidak tumpang tindih. Diharapkan, Kementerian Keuangan bisa mengatur masalah ini sehingga jelas anggaran yang akan digunakan.

“Tugas kita hanya tentukan di UU bahwa korban berhak dapat jaminan pemerintah. Tentang jaminan, diatur dalam Peraturan Pemerintah, kalau perlu pengaturan luas dan teknis perlu Peraturan Pemerintah. Kalau sudah cukup di UU ya sudah tak perlu Peraturan Pemerintah,” kata Supiadin.

Posting Komentar

Top