SURABAYA
| GLOBAL SUMUT-Penghentian aktivitas bongkar muat di Pelabuhan
TanjungEmas, Semarang, Jawa Tengah, oleh Kantor Syahbandar Otoritas
Pelabuhan (KSOP) Tanjung Emas sejak Kamis (19/11) lalu telah menghambat
kelancaran arus logistik barang.Terganggunya fungsi penting Pelabuhan
Tanjung Emas sebagai gerbang keluar masuknya barang, baik domestik
maupun ekspor-impor, dikhawatirkan oleh banyak pihak dapat berakibat
lumpuhnya perekonomian daerah, khususnya Provinsi Jawa Tengah.
Hal
tersebut salah satunya diungkapkan Kepala Humas PT Pelabuhan Indonesia
III (Persero) atau Pelindo III, Edi Priyanto, yang menyayangkan kejadian
penghentian kegiatan bongkar muat secara serta merta oleh KSOP
TanjungEmas. "Kegiatan di pelabuhan merupakan aktivitas penting di obyek
vital dan strategis milik negara. Pelabuhan merupakan salah satu
infrastruktur penting untuk pengiriman barang," jelasnya. Kejadian
tersebut tidak hanya menyebabkan waktu antrian sandar kapal menjadi lama
yang berdampak pada demurrage, tetapi yang paling dikhawatirkan juga
akan mengganggu aktivitas ekspor-impor berbagai komoditas penting yang
melalui Pelabuhan Tanjung Emas.
Penghentian
aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas ini menjadi preseden
buruk di tengah usaha pemerintah yang sedang gencar mendorong program
Tol Laut demi meningkatkan kinerja logistik nasional. Para pelaku bisnis
menjadi khawatir dan masyarakat juga dapat terdampak dengan melonjaknya
harga barang," ujar Edi menambahkan.
Padahal
belum lama ini, pada 9 November 2015 lalu, Kementerian Perhubungan yang
menaungi KSOP di Indonesia baru saja menandatangani Perjanjian Konsesi
dengan BUMN Pelindo I, III, dan IV di Jakarta. Pasca penandatanganan,
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyatakan bahwa konsesi atau
perjanjian pemberian izin pengusahaan pelabuhan tersebut dimaksudkan
bahwa pemerintah memberi hak kepada Pelindo I, III, dan IV sebagai Badan
Usaha Pelabuhan (BUP) atau operator yang mengelola pelabuhan.
Sebagai
operator terminal pelabuhan, Pelindo III memiliki beberapa bidang usaha
yang menjadi bisnis inti perusahaan milik negara tersebut. Seperti yang
diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 88 Tahun 2011
tentang Pemberian Izin Usaha kepada Pelindo III sebagai BUP ialah jasa
bongkar muat barang. Hal ini juga sudah sejalan dengan amanat
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (pasal 90 ayat 3).
Lebih
lanjut Edi menjelaskan, bahwa keberadaan dan lahirnya Pelindo III
sebagai BUMN kepelabuhanan berdasar pada PeraturanPemerintah No.58 Tahun
1991, jadi secara hukum Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang secara
otomatis merupakan pelabuhan yang dikelola Pelindo III. "Sehingga tidak
perlu adanya akta kelahiran khusus untuk melaksanakan handling (kegiatan
bongkar muat)," tegasnya.
Sesuai
dengan peraturan perundangan tersebutlah, Pelindo III sebagai pengelola
juga terus meningkatkan kinerja Pelabuhan Tanjung Emas agar dapat
memberi manfaat lebih besar bagi masyarakat. Pelindo III mengucurkan
dana hingga ratusan miliar rupiah untuk meningkatkan produktivitas,
mulai dari perbaikan dermaga Pelabuhan Dalam, pengadaan peralatan
bongkar muat modern, dan pembangunan penanganan rob dengan Polder
System yang membuat kawasan Tanjung Emas tak lagi banjir rob. "Setelah
merevitalisasi pelabuhan dengan berbagai investasi yang sudah dilakukan
selama ini dan telah sesuai peraturan perundangan yang berlaku, Pelindo
III malah dipermasalahkan dengan perizinan yang harusnya sudah termasuk
dalam kapasitasnya sebagai BUP. Dengan adanya ijin BUP dan investasi
yang telah dikeluarkan dan untuk menjaga iklim investasi, tentunya
Pelindo III berhak untuk mengusahakan kegiatan bongkar muat sendiri di
Pelabuhan Dalam Tanjung Emas tanpa harus melibatkan pbm swasta,"
ungkapnya.
Kerugian
Ekonomi
"Secara ekonomi total kerugian akibat penghentian kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas tersebut mencapai Rp 300 juta per hari dan multiplier effect terhadap kerugian ekonomi bisa mencapai hingga Rp 1 miliar," kata Edi.
"Secara ekonomi total kerugian akibat penghentian kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas tersebut mencapai Rp 300 juta per hari dan multiplier effect terhadap kerugian ekonomi bisa mencapai hingga Rp 1 miliar," kata Edi.
Oleh
karena itu, Kementerian Perhubungan diharapkan segera mengambil langkah
tegas, karena penghentian oleh KSOP Tanjung Emas tersebut merugikan
banyak pihak. Usaha pemerintah untuk menekan biaya logistik terganggu,
padahal konektivitas pelabuhan adalah tulang punggung dari program Tol
Laut yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Ketidakjelasan
ketentuan dan perilaku oknum birokrasi pemerintahan di kepelabuhanan
menjadi salah satu penyebab tidak adanya investasi swasta di bidang
pelabuhan. Maka sejak tahun 2008 ketika Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 diterbitkanhingga saat ini, hanya ada BUMN, termasuk Pelindo yang
melakukan pembangunan pelabuhan umum. Tindakan KSOP yang turut mengambil
peran sebagai operator, jadi menyimpang dari semangat Undang-Undang
Pelayaran yang telah membagi peran para pemangku kepentingan di
kepelabuhan, unsur pemerintah sebagai pengawas dan BUP sebagai pengelola
usaha.(RD)
Posting Komentar
Posting Komentar