MEDAN
| GLOBAL SUMUT-Keputusan pemerintah tentang pungutan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) sebesar 10% untuk jual-beli daging sapi membuat harga
komuditas tersebut di sejumlah pasar tradisional kota Medan mengalami
peningkatan yang cukup tinggi, sehingga harga tersebut dikeluhkan oleh
masyarakat sehingga menimbulkan minimnya minat beli.
Salah
seorang pedagang daging di pasar Sei Sikambing, Darmawan mengatakan
tingginya harga daging sapi disebabkan distributor menjatah daging untuk
pedagang karena pasokan sapi semakin menyusut. Apalagi, pemerintah
menerapkan pajak pembelian daging sapi yang cukup tinggi. "Kami sekarang
dikenakan lagi PPN 20 persen. Misalnya sapi mencapai Rp 22 juta maka
harus bayar PPN 20 persen. Sehingga harga daging jadi Rp 22 juta,"
katanya.
Sementara
itu, Anggota DPRD Kota Medan dari Fraksi Gerindra Godfried Effendi
Lubis meminta Bulog melakukan operasi pasar ke berbagai daerah di Kota
Medan agar harga daging sapi kembali normal.
Menurutnya,
tingginya harga daging di berbagai daerah kerena permintaan daging
meningkat atau daging langka. Karena itu, adanya operasi pasar yang
memberikan subsidi kepada masyarakat dapat normalkan harga daging.
"Operasi pasar dengan harga subsidi dari pemerintah tentu dapat bantu
masyarakat beli daging dengan harga terjangkau. Hanya saja dalam operasi
pasar harus dilakukan pengawasan agar pedagang besar tidak dapat beli
daging dalam jumlah besar," ungkapnya.
Sebelumnya
diketahui, harga daging sapi di Kota Medan naik dari Rp 100 ribu
perkilo menjadi Rp 130 ribu perkilo. Akibatnya, omzet pedagang turun
hingga 70 persen. Tingginya harga sapi juga mengakibatkan pedagang
kurangi stok daging. Apalagi, penjualan turun sehingga pedagang menutup
kios lebih cepat dari biasa. Bahkan beberapa pedagang memilih tidak
berjualan.
Pengamat
Ekonomi Sumatera Utara, Gunawan Benjamin mengatakan Sebelumnya pemicu
kenaikan harga daging sapi adalah diakibatkan oleh wacana pengenaan PPN
10% dari jenis sapi impor dan sapi lokal. Namun, kabar terakhir
pengenaan pajak tersebut dibatalkan. Dan kita berharap ada efek bagi
penurunan harga sapi di SUMUT yang mencpai 130 ribu per Kg. Walaupun
saya masih mengkuatirkan jika pembatalan pengenaan pajak tersebut akan
mampu menurunkan harga daging sapi di bawah 100.000 per Kg.
Pedagang
dan konsumen tentunya merasa lega dengan pembatalan rencana kebijakan
tersebut. Akan tetapi ini bukan kali yang pertama harga daging sapi
mengalami kenaikan. Masalah regulasi masih menjad masalah utama kenaikan
harga daging. Khususnya terkait dengan regulasi impor. Hal inilah yang
disinyalir sebagai alasan utama pemicu mahalnya daging sapi.
Sementara
itu, jika dikaitkan dengan adanya kecurangan yang dilakukan oleh oknum
penjual, saya pikir itu ranahnya pihak kepolisian. Namun sejauh ini
tidak ada temuan-temuan yang serius sehingga masyarakat menilai bahwa
mahalnya daging sapi lebih dikarenakan oleh masalah ekonomi, yakni
persediaan dan permintaannya itu sendiri.
Gunawan
menambahkan, Dengan mahalnya daging sapi saat ini, yang dibutuhkan
dalam jangka pendek adalah menyediakan pasokan yang mumpuni. Impor
menjadi salah satu jalan keluarnya. Dalam jangka menengah yang
dibutuhkan adalah keseriusan pemerintah dalam memasok kebutuhan daging
sapi itu sendiri.
Sejauh
ini, pemerintah telah menunjuk sejumlah perusahaan BUMN untuk memasok
sapi termasuk sapi impor. Kewenangan tersebut tidak akan berdampak
apa-apa jika si BUMN nya tidak memiliki dana yang cukup. Alhasil pasokan
menjadi kurang mumpuni.
Penyertaan
modal Negara (PMN) dibutuhkan. Tren konsumsi protein dari dagingsapi
yang semakin meningkat menunjukan ada pola konsumsi yang membaik di
masyarakat kita.
Pastinya
ini diakibatkan oleh daya beli yang banyak disumbangkan oleh masyarakat
ekonomi kelas menengah ke atas. Ketiga, ada masalah efisiensi. Jika
pemerintah bertekad untuk menghadirkan swasembada sapi dari sapi lokal.
Sebaiknya pemerintah jernih untuk dan cermat dalam menilai apakah sapi
lokal jika mampu memenuhi semua kebutuhan masyarakat harganya bisa
dipastikan tidak naik (mahal).
Karena
tidak bisa dipungkiri bahwa sapi dari Australia itu biaya produkasi
yang paling efisien. Sehingga mendatangkan sapi impor dari Australia
memang lebih murah dibandingkan dengan menyediakan pasokan lokal. Yang
perlu diperbaiki adalah bagaiman caranya untuk mensiasatinya dengan
manajemen persediaan yang baik.
Umumnya
dikenal dengan istilah global supply chain . Artinya kita memiliki
persediaan sendiri yang ada di Negara lain dengan membangun gudang atau
storage. Nah gudang tersebut nantinya digunakan untuk menjadi penyedia
kebutuhan sapi di Indonesia. Jadi tidak harus mencari barang disaat
barang tersebut dibutuhkan segera. Selain Australia, ada NTT yang juga
bisa menyediakan sapi murah. Nah sudah saatnya kita memikirkan model
penyediaandaging sapi dengan cara-cara seperti itu. (Ulfah)
Posting Komentar
Posting Komentar