0
JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berani mengusut dugaan korupsi yang berkaitan dengan dinasti politik dan juga para calon kepala daerah yang terindikasi melakukan praktik korupsi.

Uchok menilai, jangan ada kesan, KPK grogi jika mengusut laporan masayarakat yang melaporkan kasus korupsi semasa Pilkada.

"KPK ini selalu grogi menangani kasus korupsi jika di momen Pilkada, karena merasa kalau laporan masyarakat ditindaklanjuti disangka bermain politik. Padahal, tidak boleh seperti itu," tegas Uchok, saat dihubungi media, Senin (30/1).

Seperti diketahui, pekan lalu, puluhan warga Banten, tergabung dalam Aliansi Masyarakat Anti Korupsi Kota Tangerang (Almakota) mendatangi KPK guna menyerahkan laporan dugaan korupsi mantan Wali Kota Tangerang yang juga calon Gubernur Banten Wahidin Halim.

Koordinator Almakota Lufti Hakim menjelaskan dugaan korupsi yang dilakukan Wahidin Halim berupa pengelolaan Pasar Babakan, Kota Tangerang. Lokasi Pasar Babakan berada di tanah milik Departemen Kehakiman, namun, tidak ada kerja sama antara PT PKG dengan Kementerian Hukum dan HAM atau dengan Kementerian Keuangan selaku pengelola barang negara. 

Selain itu, para pedagang gusuran dari Pasar Cikokol yang mendapat tempat pergantian ke Pasar Babakan dipaksa membeli kios PT PKPG seharga Rp 10 juta, dan biaya sewa sebesar Rp 50.000 per hari. Dia menyebut kejadian ilegal itu sengaja dibiarkan hingga ada dugaan suap atau gratifikasi yang mengalir ke kantong keluarga Wahidin Halim.

Uchok menegaskan, agar pengusutan kasus itu bisa bergulir lebih cepat, akan lebih baik Polri juga ikut mengusut. Tentu saja harus ada laporan terlebih dahulu dari masyarakat Banten.

"Laporkan juga ke Bareskrim. Supaya kasus ini tidak diam dan berjalan simultan. Sambil diproses KPK, laporkkan juga ke Bareskrim. Asal ada laporan dari masyarakat dan bukti jelas, itu pasti ditindaklanjuti , akan segera dilanjuti. Jalan itu harus ditempuh masyarakat agar kasusnya tidak diam," tandas Uchok.

Alhasil, dengan laporan berlapis, penegak hukum bisa melihat bahwa ada persoalan hukum yang harus dituntaskan.

Apalagi, jika terbukti tanah pasar itu milik pemerintah, dan kemudian dikelola swasta namun tidak ada pemasukan ke negara dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), jelas harus diusut tuntas karena ada dugaan penyelewengan dana. Kementerian Hukum dan HAM juga harus tegas.

"Jika tidak ada kerjasama dan malah uangnya mengalir kemana-mana, itu bisa kena pasal pasal banyak, berlapis," tandas Uchok.

Politik dinasti di Banten, kata Uchok, juga membuat pejabat bisa seenaknya mengeruk dana publik melalui jaringa keluarga. Politik dinasti, terbukti membunuh demokrasi, karena membatasi hak politik orang. Oleh karena itu, politik dinasti di Banten, harus diberantas hingga akar, dengan cara tidak dipilih dalam proses Pilkada. "Politik dinasti harus dibersihkan dihabisi dan dijadikan musuh bersama," tegas Uchok. 

Senada, Koordinator Indonesia Corruption Wacth (ICW) Ade Irawan mengatakan, korupsi pejabat publik yang memiliki kekuasaan politik dinasti, bukan cuma bicara soal kerugian negara. Namun, merugikan warga Banten.

ICW menilai, KPK sudah sepantasnya mengembangkan kasus korupsi berkaitan dinasti politik. ICW menilai,  KPK sudah sepantasnya mengembangkan lebih jauh kasus TPPU Wawan, karena sudah terlihat siapa saja yang dijadikan perantara aliran uang. Kemudian aliran uang dalam bentuk apa saja, tinggal bagaimana KPK dengan sigap mengembangkan kasusnya.

Adapun Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, dinasti politik  tidak boleh dilakukan, karena sudah dipastikan terjadi kolusi, korupsi, nepotisme (KKN). Dinasti politik akan sangat berbahaya, jika kemudian kekuasaan politik itu seperti turun-temurun. Setelah ibu selesai menjabat, lalu beralih ke suami, atau anaknya. Jika seperti itu, maka tidak ada demokratisasi.

"Tidak bisa seperti itu. Kalau mau begitu, bikin saja negara kerajaan, harus ada jeda, ada batasan. Masak setelah ibu kemudian anaknya, itu melanggar demokrasi, dong," sindir Agus.

Dinasti politik, ditegaskan Agus, pada ujugnya, hanya menumpuk kekayaan saja sementara kesejahteraan bagi masyarakat atau publik tidak ada.[rs/red/gbs]

Posting Komentar

Top