JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2017 adalah wujud ketegasan pemerintah menyikapi fakta-fakta sosial di tengah masyarakat. Oleh karena itu, kehadirannya justru harus diapreasiasi, bukan malah ditentang.
“Perppu ini adalah bentuk ketegasan pemerintah merespon situasi yang ada, karena pemerintah itu harus jelas posisinya, tidak boleh jadi pengamat,” demikian dikatakan anggota Fraksi Partai NasDem Tengku Taufiqulhadi saat membuka seminar Menakar Urgensi Perppu No. 2 Tahun 2017 dalam Mengatasi Radikalisme di Kompleks DPR, Selasa (25/7).
Bagi Taufiq, pemerintah tidak boleh mengamat-amati. Sebaliknya, ia harus cepat mengeksekusi jika melihat sebuah masalah, karena pemerintah adalah lembaga eksekutif.
Pro dan kontra terhadap terbitnya perppu adalah wajar. Namun demikian, lanjutnya, pemerintah tidak boleh terombang-ambing di antara dua sikap tersebut. Dirinya juga yakin pemerintah telah mendapatkan pemahaman yang utuh saat akan menerbitkan Perppu pembubaran ormas ini.
Dia juga menandaskan, pembiaran terhadap radikalisme dan proses radikalisasi di Tanah Air sudah cukup lama. Hal ini dinilainya sangat membahayakan bagi komitmen kebangsaan dan keberagaman.
“Ketika kita berkomitmen terhadap keberagaman, kita tidak boleh ragu terhadap kekuatan yang menolak keberagaman itu,” tegasnya.
Biasa-biasa saja
Sementara itu Direktur Ormas Ditjen Polpum Kemendagri Laode Ahmad dalam kesempatan yang sama menyatakan, Perppu No. 2 Tahun 2017 ini sebenarnya biasa-biasa saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan terlalu berlebihan karena lahirnya Perppu ini.
“Asal ormas itu berjalan sesuai dengan AD/ART-nya, dan itu tidak bertentangan dengan ideologi Pancasila, saya kira tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” ungkapnya.
Laode menegaskan bahwa lahirnya Perppu karena terbatasnya UU No. 17 Tahun 2013 dalam hal definisi tentang ajaran yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Di dalam Pasal 59 ayat 4 hanya disebutkan yang termasuk ajaran yang bertentangan dengan konstitusi hanya ateisme dan komunisme atau marxisme-leninisme.
Adapun Ketua Lakpedam NU Rumadi Ahmad yang menjadi pembicara lain dalam acara tersebut mengatakan, radikalisme adalah fakta sosial yang tidak bisa dianggap remeh. Oleh karena itu, menyitir ucapan mendiang Gus Dur dia menyampaikan, mempertahankan Pancasila adalah hal yang harus dibayar, berapa pun harganya.[rs]