0
JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Salah satu impak dari berkembangnya isu penurunan daya beli masyarakat dan tingginya hutang luar negeri adalah sikap ragu-ragu dari pemerintah.

“Yang salah satu gambarannya adalah wait and see. Menunggu-menunggu karena berita yang tidak pasti. Pada saat di mana index kita membaik, iklim investasi kita membaik, yang cukup signifikan membaiknya. Kalau kita tidak mengambil bagian, tidak mengantisipasinya, tidak ikut serta di dalamnya, maka orang lain atau pihak asing yang masuk. Ujung-ujungnya kita protes lagi,” ucap anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate dalam Rapat Kerja dengan Bank Indonesia di Kompleks DPR, Senin (4/12).

Menurut Johnny, sikap wait and see ini disebabkan karena informasi politik tentang dua isu di atas yang ditransfusikan kepada masyarakat sehingga memberikan keraguan. Dan informasi itu datangnya dari pusat pengambil keputusan. “Di mana pusat pengambilan keputusan itu? Ada dipemerintahan dan DPR, termasuk di Komisi XI,” imbuhnya.

Oleh karena itu politisi NasDen ini mengajak kepada BI dan lembaga otoritas keuangan lainnya untuk memberikan pesan yang tegas dan optimisme atas dasar fakta, bukan hal yang didramatisir.

Seperti soal hutang luar negeri. Menurut Johnny, pemerintah lewat lembaga-lembaga keuangannya harus mampu memberikan penjelasan yang paripurna tentang apa dan mengapa ada hutang luar negeri.

“Diberikan gambaran sedemikian rupa, seolah-olah hutang luar negeri buruk bagi bangsa ini. Dan tidak ada jawaban yang tegas yang menagatakan bahwa hutang luar negeri ini memang digunakan dan bermanfaat bagi bangsa ini,” ucapnya tegas.  Padahal, dia melanjutkan, secara statistik hutang luar negeri kita per 2014 berada di angka 293 miliar dollar. Sementara per September 2017, hutang luar negeri kita 339 miliar dolar. Artinya, ada kenaikan sebesar 46 miliar dollar.

Yang sesat adalah, masih kata Johnny, hal ini digambarkan seolah-olah pemerintah berhutang luar biasa. Padahal selama tiga tahun, angka inkrementalnya hanya 46 miliar dollar. Sementara surat hutang negara justru meningkat sangat tinggi sekitar 55 miliar dollar.

“Itu berarti apa? Hutang negara kita semakin lebih berkualitas, didukung dari dalam negeri sendiri. Nah, gambaran-gambaran ini tolong ditransmisikan dengan baik kepada masyarakat, agar wait and see yang dikhawatirkan tidak berlangsung terus menerus,” tandasnya.

Johnny mengajak, optimisme yang ada didokumen-dokumen negara, baik di BI, OJK dan di institusi fiskal lainnya, jangan hanya menjadi optimisme di ruang rapat. Lebih dari itu, hal tersebut harus ditransmisikan dengan benar ke publik. Kesempatan yang bagus dalam perekonomian nasional yang membaik dan bertahan kuat saat ini jangan sampai tidak dimanfaatkan oleh bangsa sendiri.

“Apabila transmisinya bernuansa negatif, pesimis, ya begitulah reaksi dunia usaha, negatif dan pesimis,” ujarnya.

Sekjen Partai NasDem ini kemudian mengimbau kepada para politisi, jelang tahun politik mendatang, jangan sampai muslihat politik mengorbankan kepentingan bangsa dan negara.

“Saya memberi catatan. Kita akan segera masuk ke tahun politik 2018, yang sarat dengan politik. Tetapi jangan lupa, politik kita jangan mengorbangkan kepentingan perekonomian bangsa kita sendiri. Karena ada batasannya, di mana drama-drama politik kita mainkan. Drama politik dimainkan sampai di dengan titik titik tidak merugikan bangsa dan negara,” pungkasnya. [red]

Posting Komentar

Top