0
LABURA | GLOBAL SUMUT-Gubernur Sumatera Utara H Gatot Pujo Nugroho ST MSi meminta pemerintah daerah yang menjadi sentra perkebunan kelapa sawit mendorong perusahaan perkebunan memperoleh sertifikasi untk memenuhi standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Selain untuk mendukung usaha perkebunan berkelanjutan, standard ini penting bagi daya saing produk daerah dalam menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean.Senin (29/9/2015).

Hal itu disampaikan Gubernur Sumatera Utara saat berada di Labuhan Batu Utara yang merupakan salah satu daerah penghsail Kelapa Sawit terbesar di Sumatera Utara pada kunjungan kerja rangkaian kegiatan Safari Ramadhan, Senin (29/6) malam. Gubernur mengatakan pihaknya sudah menyurati seluruh kabupaten/kota yang menjadi sentra perkebunan kelapa sawitmelakukan sosialisasi dan mendorong pengusaha perkebunan agar mengurus sertifikat ISPO sesuai dengan Permentan Nomor 11 tahun 2015

“Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tinggal menghitung bulan, yaitu akan dimulai pada tanggal 31 Desember 2015 mendatang. Bagi sebagian pihak yang tidak siap tentu MEA akan dipandang sebagai ancaman yang menakutkan. Terutama pada pelaku usaha di bidang produksi pertanian/perkebunan. Agar ancaman yang menakutkan itu tidak akan terjadi maka harus ada kesiapan pelaku usaha dalam menghadapi sistem persaingan global yakni memiliki kualifikasi pasar global diantaranya memiliki standar ISPO,” terang Gubernur.

Dalam kunjngan tersebut, Gubsu mengingatkan langsung kepada Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) sebagai daerah yang identik dengan Perkebunan Kelapa Sawit agar mendorong standarisasi produk perkebunan yang ada di Kabupaten Labura agar masuk kualifikasi pasar global.

ISPO ditujukan untuk menerapkan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan usaha perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Yakni, layak ekonomi, layak sosial, dan ramah lingkungan berdasarkan perundangan di Indonesia. Ketentuan mengenai sertifikasi ISPO ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 11/2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan. Sebelumnya, pemerintah telah mewajibkan penerapan sertifikasi ISPO bagi perusahaan perkebunan. Baik itu, bidang usaha terintegrasi antara kebun dan pengolahan, maupun usaha budidaya kelapa sawit, serta usaha pengolahan hasil kelapa sawit.

Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Utara (Sumut) Herawati yang turut dalam rombongan Gubernur mengungkapkan, hingga saat ini di Sumut baru sekira 15 kebun saja yang mengantongi sertifikat ISPO tersebut. Padahal terdapat sebanyak 340 kebun yang dimiliki 201 perusahaan serta 29 grup di daerah ini. "Perkebun yang berada di bawah wewenang provinsi baru sebanyak 15 kebun yang sudah memperoleh ISPO," ungkapnya.

Pemerintah memunculkan ISPO untuk menjadi acuan standar proses sawit selain RSPO yang berstandar Eropa. Ketentuan sertifikasi ISPO secara prinsip mulai berlaku tahun 2011 lalu, namun ada proses transisi. Semua pelaku sawit termasuk industri sawit harus sudah memiliki sertifikasi ISPO paling lambat 31 Desember 2014. Namun bila sampai September 2015, perusahaan perkebunan belum mengajukan persyaratan ISPO maka akan dicabut izinnya. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.19/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Herawati mengakui sejauh ini sudah banyak perusahaan di Sumut yang mendaftarkan kebunnya untuk mengurus sertifikasi ISPO tersebut. "Yang sedang dalam proses sudah banyak. Ada sekitar 30 kebun yang saat ini menunggu sertifikat ISPO nya keluar," sebutnya.

Herawati mengaku, dalam mendapatkan sertifikat ISPO memang banyak terjadi sejumlah hambatan, di antaranya adalah minimnya jumlah lembaga sertifikasi yang diberi wewenang untuk mengurus sertifikat tersebut. "Di Indonesia ini cuma ada 10 lembaga. Ini kan terlalu sedikit jika dibandingkan dengan luas perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia. Di Sumut saja, luas perkebunan kita mencapai di atas 10 juta hektare," jelasnya.  (TAN)

Posting Komentar

Top