GLOBAL
SUMUT.COM-Pluralisme yang merupakan pengertian dari keragaman memang
merupakan ciri khas dari bangsa Indonesia. Semakin banyak keragaman pada
bangsa ini, semakin banyak pula budaya dan keindahan yang Indonesia
miliki. Tetapi bukan berarti keragaman yang bangsa Indonesia miliki
nilai negatif dimata masyarakat. Koramil 11/Pare bekerjasama dengan UPTD
Pare mengadakan wawasan kebangsaan bertajuk “Kemajemukan dalam
Pluralisme” di Aula SMK Bhakti Mulya Pare.
“Nilai-nilai
kearifan pluralisme yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, di mana
semangat untuk menghormati orang lain merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari masyarakat kita. Manusia pada hakikatnya akan hidup
membutuhkan orang lain, Tarzan saja legendanya hidup dilindungi dan
dinaungi hewan yang dianggap induknya. Manusia yang hendak mengasingkan
diri dengan manusia lainnya apakah masih manusia” kata Danramil Pare
Kapten Arh Ajir, Kamis 22 Oktober 2015. Pluralisme tidak semata menunjuk
pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Namun, yang dimaksud
pluralisme adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan
tersebut.
“Pluralisme
agama dan budaya dapat dijumpai di mana-mana. Tapi seseorang baru dapat
dikatakan menyandang sifat tersebut apabila ia dapat berinteraksi
secara positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dengan kata lain,
pengertian pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk agama dituntut
bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tetapi terlibat dalam
usaha memahami perbedaan dan persamaan guna tercapainya kerukunan,
dalam kemajemukan” jelas Kapten Arh Ajir, dihadapan sekitar 200
siswa/siswi SMK Bhakti Mulya Pare.
Kejadian
demi kejadian yang cenderung pada rusaknya nilai-nilai Bhinneka Tunggal
Ika di bumi nusantara ini, menjadikan dasar Koramil Pare menjabarkan
secara jelas makna dari segala perbedaan itu sendiri, sehingga kelak
ketika mereka (siswa/siswi) keluar dari bangku sekolah, mereka
(siswa/siswi) memiliki dasar pola pikir melihat segala sesuatu dari
sudut pandang yang berbeda.
“Salah
satu gempuran negatif yang berpotensi merusak kearifan Bhineka tunggal
ika adalah radikalisme. Bahaya radikalisme memang sudah lama di
Indonesia, bahkan telah ada sejak awal-awal kemerdekaan. Namun, yang
menjadikan potensi radikalisme saat ini lebih mengkhawatirkan adalah
karena tingkat jangkauan propagandanya bersifat global, bukan lagi
sebatas tujuan separatisme sebagaimana yg banyak muncul dalam sejarah
negeri ini. Karena konteks propagandanya yang bersifat global, maka isu
radikalisme pun menjelma menjadi problematika yang kompleks bagi
Indonesia” pungkas Kapten Arh Ajir diakhir wawasan kebangsaan.(red)
Posting Komentar
Posting Komentar