0
JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Bea Cukai adakan pertemuan dengan delegasi Jepang membahas terkait penegakkan intellectual property rights (IPR) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) serta kendala-kendala yang dialami oleh kedua negara dalam penerapannya. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Robert Leonard Marbun memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan ini, didampingi Kepala Subdirektorat Peraturan pada Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan Susila Brata.

Robert mengatakan bahwa pertemuan serupa dengan Japan External Trade Organization (JETRO) sudah pernah dilakukan pada tahun 2015. Saat itu peraturan mengenai IPR masih dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan akan diimplementasikan setelah ditandatangani Presiden.

Delegasi Jepang lainnya yang hadir, Japan Customs, memaparkan data terkait barang impor yang ditangkap oleh Japan Customs and Tariff Bureau (JCTB) dalam rentang tahun 2010-2015. Sebanyak 30.000 kasus pelanggaran tercatat dalam jangka waktu 6 tahun. Sementara barang-barang yang mendominasi antara lain tas, pakaian, sepatu, dan ponsel. Sementara untuk jumlah pelanggaran HKI, tercatat yang mendominasi adalah negara China. Japan Customs sendiri mengungkapkan bahwa pelanggaran HKI yang terjadi di Indonesia merupakan kasus transhipment dari China.

“Indonesia tidak mentolerir pelanggaran HKI. Bea Cukai akan berkoordinasi dengan negara lain jika pelanggaran tersebut berasal dari perusahaan atau pelanggaran yang bersifat sistemik. Sementara untuk barang bawaan kemungkinan para pembawa barang tersebut tidak mengetahui bahwa itu palsu,” jelas Robert.

Ministry of Economy, Trade, and Industry (METI) Jepang menambahkan terkait pembahasan HKI. METI memiliki 2 program untuk menekan terjadinya pelanggaran HKI di antaranya adalah dengan seminar identifikasi keaslian produk, dan mengundang perwakilan penegak hukum negara lain ke Jepang termasuk Indonesia untuk bertukar informasi dalam penegakkan HKI.

Susila Brata menjelaskan bahwa penandatanganan RPP HKI membutuhkan dorongan investasi. Jepang diminta untuk berkomitmen dan meningkat investasinya di Indonesia jika peraturan tersebut diimplementasikan. Selain itu, perumusan RPP HKI membutuhkan koordinasi dengan beberapa kementerian. “Proses terakhir saat ini adalah penyampaian RPP HKI ini ke Kementerian Sekretariat Negara setelah sebelumnya dilakukan final check,” ungkapnya.

Sejalan dengan Susila Brata, Robert juga mengungkapkan bahwa perlunya komitmen Jepang dalam meningkatkan investasi di Indonesia. Hal ini dimaksudkan sebagai kompensasi karena dengan penerapan RPP HKI ini berpotensi mengundang protes negara asal barang hasil pelanggaran HKI. Robert kemudian menegaskan kepada delegasi Jepang untuk menyampaikan pembahasan isu HKI kepada JCTB untuk nantinya dibahas di pertemuan bilateral pada bulan Oktober 2016 di Jepang.

“Bea Cukai terbuka untuk inisiasi joint investigation dalam penegakkan HKI dengan JCTB. Hal ini akan dibahas lebih menyeluruh dalam pertemuan bilateral kedua negara pada bulan Oktober di Jepang,” tutup Robert.(rls)

Posting Komentar

Top