JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinisi Papua dinilai harus direvisi. Selain sudah tidak relevan
dengan kondisi kekinian, banyak juga masalah terjadi. Misalnya soal
tumpang tindik kewenangan pemerintah daerah.
"UU
Otsus Papua tidak hanya soal peningkatan kesejahteraan namun juga soal
pengaturan kewenangan pemerintah daerah," demikian disampaikan oleh
anggota Badan Legislasi DPR Sulaeman L. Hamzah saat mengisi Focus Group
Discussion (FGD) tentang "Urgensi Revisi Undang-Undang Otonomi Khusus
Papua” di Ruang Fraksi Partai NasDem, Gedung Nusantara I Kompleks
Parlemen, Rabu (18/10).
Sulaeman
mencontohkan, adanya dana desa dari pusat, membuat terjadinya tumpang
tindih kewenangan antara pemprov dengan pemkab dan pemkot.
“Ada
beberapa pasal yang perlu menjadi pembahasan kita dalam draft ini
terutama dalam pasal 2 kaitannya dengan peran atau reprsentasi politik
putra asli Papua. Selain itu, juga pembahasan kewenangan pengelolaan
keuangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota,”
ungkapnya.
Sulaeman memaparkan bahwa kegiatan FGD ini dalam upaya untuk mencari masukan dan pandangan dari berbagai ahli maupun pakar.
“Sebetulnya
draft RUU ini telah dua hingga tiga kali kita sempurnakan, tapi masih
tertunda masuk dalam prolegnas tahun sebelumnya,” imbuhnya.
Politisi
NasDem ini berharap kepada Pemprov Papua untuk lebih aktif
berkomunikasi dengan pemerintah pusat agar RUU ini bisa disetujui
pemerintah.
“Tentunya
kami yang ada di Senayan tetap akan mendorong RUU di badan legislasi.
Namun yang terpenting, saya menginginkan kepada Pemerintah Provinsi
Papua, kebetulan hari ini hadir Kepala Bappeda Bapak Musaad, tolong
disampaikan kepada Pak Gubernur juga melakukan semacam lobi kepada Bapak
Presiden,” ujar legislator daerah pemilihan Papua ini.
Sulaeman
menyebutkan, keberadaan UU Nomor 21 Tahun 2001 saat ini sudah tidak
relevan. Karena saat dilahirkan, peruntukan otonomi khusus kepada
Provinsi Papua, sedangkan saat ini sudah ada Papua Barat.
“Jadi
ini tugas besar kita untuk segera mendorong agar RUU ini segera
disahkan, karena sudah tidak relevan satu payung perundang-undang yang
di dalamnya hanya menerangkan satu provinsi . Tetapi saat ini memayungi
kedua provinsi di Papua. Kita inginkan bagaimana satu payung memayungi
seluruh provinsi yang ada di Papua, baik sudah ada maupun yang nantinya
akan berdiri,” ujarnya.
Sulaeman
juga menegaskan bahwa dirinya akan menginiasasi mengumpulkan legislator
dari lintas Fraksi di Senayan dalam mendorong RUU tersebut.
Dalam
kesempatan sama, Kepala Bappeda Provinsi Papua Muhammad Musa’ad
mengatakan keberadaan UU Otsus Papua ini sangat penting bagi Papua dan
masyarakat.
Hanya
saja, dia menyebutkan dalam penerapannnya UU Otsus Papua masih banyak
perlu direvisi, terutama dalam kewenangan pengelolaan keuangan bagi
Pemerintah Daerah. Dia mengakui juga sebagaian besar sebanyak 60 % APBD
Papua bersumber dari dana otsus.
Pemateri
lainnya, Velix V Wanggai, memberikan catatan bahwa dalam membicarakan
UU Otsus Papua tidak hanya melihat dalam konteks lokal dan nasional
semata saja tetapi mesti harus mengamati perkembangan geopolitik global.
Menurutnya, kemerdekaan Papua menjadi isu yang disorot internasional.
“Hal
ini bagi kita sebagai satu bangsa agar selalu mewaspadai gerakan ini,
karena dengan sayap-sayap politik mereka membawa isu ini di kancah
internasional. Jadi, agar ini bisa cepat sebagai prioritas, kita harus
membicarakan RUU ini dalam konteks kebangsaan,” katanya.
Perlu
diketahui, sejak pertengahan September 2014 pembahasan perubahan
terhadap UU Otsus Papua berjalan stagnan. Saat ini Fraksi Partai NasDem
terus mendorong agar perubahan terhadap UU ini masuk dalam daftar
prolegnas prioritas Tahun 2018.[red]
Posting Komentar
Posting Komentar