MEDAN
 | GLOBAL SUMUT-Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam pertanian 
dengan sistem konvensional adalah terjadinya proses degradasi lahan 
pertanian lahan pertanian secara terus menerus karena dibebani dengan 
pemberian pupuk kimia yang over intensive sehingga menurunnya kesuburan 
tanah.
Disamping
 itu, juga berdampak jangka panjang pada kesehatan masyarakat selaku 
konsumen. Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya yang 
ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia dalam budidaya pertanian, maka 
pengembangan pertanian organik menjadi menarik perhatian baik ditingkat 
produsen maupun konsumen.
Selain
 itu, para konsumen yang mulai memilih bahan pangan yang aman bagi 
kesehatan dan ramah lingkungan semakin meningkatkan permintaan terhadap 
produk organik.
“Bahkan
 pola hidup sehat yang ramah lingkungan sudah menjadi tren baru dan 
telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa 
produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food savety 
atributtes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nutritional hight 
atributtes) dan ramah lingkungan (enviromentally friendly),” ujar 
Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Tengku Erry Nuradi MSi membuka seminar 
nasional Refleksi 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, 1.000 Desa Organik 
atau Organik di 1.000 Desa yang digelar di Hotel Danau Toba Medan, Kamis
 (19/10/2017).  Hadir disitu, Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional 
Kemendagri Dody Edward, Kasubid Padi Tadah Hujan dan Lahan Kering 
Kementan RI Dewi Taliroso, Bupati Sergai Soekirman, Presiden AOI 
Wahyudi, Kadis Tanaman Pangan dan Hortikultura Provsu Azhar Harahap, 
perwakilan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kota se-Sumut,
 perwakilan perguruan tinggi dan para perwakilan Lembaga Pertanian se 
Indonesia.
Tengku
 Erry dalam kesempatan itu menyebutkan, saat ini Provsu telah 
mengembangkan pertanian organik terutama untuk padi dan hortikultura. 
Bahkan pada tahun 2016 terdapat lima desa di Kabupaten Deli Serdang, 
Serdang Bedagai dan Karo yang telah memperoleh sertifikat untuk tanaman 
padi dan palawija serta buah dan sayuran (semangka dan kacang kuning) 
dari lembaga sertifikasi organik seloliman (Ledsos) yang berpusat di 
Jawa Timur.
Untuk
 tahun 2017 melalui dukungan pembiayaan dari Kementrian Pertanian sedang
 dirintis kegiatan fasilitasi penerapan budidaya padi organik di lima 
desa dari Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Simalungun dan Serdang 
Bedagai dengan total luas lahan 160 hektar.
“Hal
 ini diharapkan kedepan akan menjadi pemicu dan pemacu berkembangnya 
pertanian organik di Sumut. Pengembangan pertanian organik bukanlah 
pekerjaan yang mudah. Akan tetapi menghadapi banyak tantangan seperti 
kurangnya penagwasan dan sulitnya sertifikasi, serta minimnya pemahaman 
dan informasi yang dimiliki petani dalam pertanian organik. Namun 
demikian kita harus optimis program ini akan memberikan dampak positif 
dalam merubah pola pikir masyarakat tani tentang manfaat budidaya 
organik yang ramah lingkungan,” ucap Erry.
Untuk
 mewujudkan desa organik, dibutuhkan pendampingan yang intensif dari 
berbagai pihak terkait, termasuk didalamnya pemerintah melalui para 
penyuluh pertanian di lapangan dan pemerhati bidang pertanian, seperti 
Yayasan BITRA Indonesia yang tujuan keberadaannya di masyarakat dalam 
mengembangkan sumber daya alam sumber daya manusia untuk meningkatkan 
taraf hidup, kesejahteraan sosial dan martabatnya.
Oleh
 karena itu, Tengku Erry mengharapkan SKPD lingkup pertanian baik 
tingkat Provinsi maupun Kabupaten Kota, agar terus menerus mendorong 
pengembangan budidaya pertanian organik sehingga dapat memenuhi 
kebutuhan konsumen yang sudah mulai mengarah kepada produk-produk yang 
bebas bahan kimia dan ramah lingkungan.
“Kepada
 para akademis, aliansi organik Indonesia dan stake holder terkait 
diharapkan mampu melahirkan berbagai inovasi teknologi budidaya organik 
untuk dapat disosialisasikan kepada aparat terdepan dalam pembangunan 
pertanian utamanya para penyuluh untuk ditransformasikan kepada para 
pelaku utama. Tingkatkan selalu kualitas produk unggulan pertanian kita 
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar-pasar modern dan ekspor,” harap 
Erry.
Dalam
 kesempatan itu, Tengku Erry juga menyampaikan Provinsi Sumut (Provsu) 
memiliki potensi yang cukup besar dalam pembangunan sektor pertanian 
baik tanaman pangan maupun hortikultura.  Berdasarkan Badan Pusat 
Statistik (BPS) Sumut luas bahan baku sawah tahun 2016 seluas 435.814 
hektar. Sedangkan luas lahan kering yang memiliki potensi untuk 
diusahakan tanaman pangan dan hortikultura seluas 1.215.840 hektar yang 
tersebar di 33 Kabupaten Kota se Sumatera Utara.
Saat
 ini, kontribusi Provsu dalam penyediaan pangan nasional khususnya padi 
cukup besar mencapai 5,82%, jagung 6,71%, cabai merah 13,40% dan bawang 
merah 1,11%. Sedangkan komoditi hortikultura lainnya cukup prospektif 
untuk dikembangkan.
Produksi
 padi Provsu pada tahun 2016 mencapai 4.609.791 ton atau terjadi 
peningkatan 13,97% dari tahun 2015. dan untuk tahun 2017 produksi padi 
Sumut ditargetkan 5,2 ton. Hal ini merupakan pencapain prestasi yang 
luar biasa dan tertinggi yang dicapai Provsu dalam kurun waktu 11 tahun 
terakhir.  Selama 2016 peningkatan produksi juga terjadi pada komoditi 
tanaman pangan lainnya yaitu jagung mencapai 1.557.463 ton atau 
meningkat 2,5% dari tahun 2015. Semua peningkatan produksi tersebut baik
 padi maupun jagung hampir seluruhnya dihasilkan dengan sistem budidaya 
yang konvesional (an-organik).  Sebelumnya, Presiden Indonesia Organic 
Alliance (AOI) Wahyudi menyampaikan bahwa 1.000 Desa Organik adalah 
salah satu program andalan pemerintahan saat ini sebagai wujud dari 
Nawacita Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Program
 ini menargetkan terbangunnya 650 desa organik dengan basis utamanya 
sektor tanaman pangan, 250 desa dengan basis hortikultura dan 150 desa 
dengan basis tanaman perkebunan di tahun 2019.
Gagasan
 membangun desa organik ini sangat diapresiasi oleh para penggiat 
pertanian organik tidak saja dikalangan dalam negeri maupun dilevel 
internasional. Adapun tujuan digelarnya seminar nasional kali yakni 
memberikan gambaran yang lebih jelas kepada peserta seminar khususnya 
dan masyarakat pada umumnya tentang program 1.000 desa organik, 
perkembangan sejauh ini, tantangan dan peluang yang dihadapi dalam 
melaksanakannya.
Seminar
 ini juga bertujuan untuk memberikan masukan kepada para pihak untuk 
meningkatkan efektifitas dan keberlanjutan pengembangan program 1.000 
desa organik dalam konteks kesejahteraan petani dan masyarakat.
Selain
 itu, juga dalam rangka menfasilitasi terbangunnya jaringan diantara 
para pihak yang terlibat dalam pembangunan pertanian organik di 
Indonesia. “Acara ini diikuti oleh 300 peserta yang berasal dari Aliansi
 Organis Indonesia, akademisi, anggota Isodar, instansi pemerintah, 
ALGOA, masyarakat umum, LSM dan jurnalis,” ujarnya.[Ulfah]

Posting Komentar
Posting Komentar