MEDAN
| GLOBAL SUMUT-Pemberantasan terorisme di Indonesia seperti sudah
tidak memiliki cara-cara yang manusiawi. Pasalnya,
organ yang ditugaskan untuk memberantas itu sudah kebablasan sehingga
warga yang belum tentu bersalah justru harus meregang nyawa.Rabu (6/4).
Banyak
warga saat ini ketakutan dikarenakan situasi yang bisa saja tertuduh
atau dianggap menjadi terorisme tanpa bukti yang jelas.
Ditangkap bahkan bisa saja tewas.
Sedikitnya ada 121 orang terduga teroris yang belum dikenakan status apa pun, diproses paksa dan akhirnya meninggal.
Fakta ini menunjukkan bahwa semakin brutalnya densus 88 sebagai lembaga negara terhadap rakyatnya.
perang terhadap terorisme bukan berarti bebas melakukan apa pun dalam konteks perang yang sebenarnya.
Oleh
karena itu perlu dilakukan audit total kinerja satuan khusus
anti-terorisme atau yang lebih dikenal dengan Detasemen Khusus 88
Antiteror.
Karena kinerja Densus 88 belakangan menjadi sorotan akibat arogansi yang ditunjukkan.
Audit
total terhadap satuan khusus antiterorisme ini "Kenapa harus diaudit,
karena fakta menujukkan bahwa kenaikan anggaran Rp 1,9 triliun untuk
Densus 88, dan diakui oleh Luhut Pandjaitan adalah untuk kenaikan gaji
400 anggota Densus, peremajaan alat, penguatan intelijen, dan
sebagainya.
Kematiaan
Siyono merupakan bukti nyata tindakan densus 88 yang tidak manusiawi,
kenapa karena kita tentu tidak percaya jika pengawalan dari Densus yang
memiliki standar baku memborgol tangan dan kaki bisa membuat Siyono
melawan, Boro-boro berkelahi.
Terduga menggerakkan tangan saja, kemungkinan sudah ditembak mati karena dianggap melawan.
Densus
88 yang membawa Siyono sehingga kehilangan nyawanya, harus diaudit agar
transparan dalam melaksanakan aksinya. “Kita belum tahu mengapa Siyono
ditangkap.
Masyarakat
tidak tahu bagaimana prosedur sebenarnya. Ketika sudah jatuh korban,
lalu dianggap tidak terjadi apa-apa, itu kan sudah berbahaya.
Muhammadiyah itu tegas menentang radikalisme dan teorisme.
Dakwah Muhammadiyah itu selalu moderat.
Kalau
betul ada orang-orang yang terbukti melakukan tindakan terorisme yang
menimbulkan korban, Muhammadiyah juga pasti akan menuntut agar orang
tersebut diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kita
berharap semua orang, termasuk petugas Densus 88 agar mempunyai nurani.
“Bagaimana perasaanmu, jika keluargamu dibunuh tanpa peradilan?
Sedangkan Allah berkata: “Barang siapa membunuh seorang manusia tanpa
haq, berarti dia membunuh seluruh kehidupan manusia.
Barang siapa menjaga dan memelihara kehidupan seorang manusia berarti dia telah menjaga kehidupan manusia seluruhnya.
Banyak
dugaan dan fakta yang sudah ditemukan. Dan semua itu harus dikaji dan
didiskusikan, supaya kebenaran bisa diketahui oleh masayarakat.
Permasalahan diatas akan dikupas tuntas pada acara “DISKUSI PUBLIK”
Tinjauan berbagai aspek Tentang Terorisme dan Radikalisme. Penyelenggara
Kegiatan ini adalah Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara
bekerjasama dengan Fakultas Hukum UMSU, PKSK UMSU dan Majelis Hukum dan
HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumut.
Kegiatan ini akan digelar pada hari Sabtu, 9 April 2016 jam 13.30 Wib bertempat di Pendopo Fakultas Hukum UMSU.
Adapun
narasumber kegiatan adalah Raden Muhammad Syafi’i (Romo) Anggota Kimisi
III DPR RI, Drs. Shohibul Anshor Siregar, M.Si (Pengamat Politik), Dr.
Faisar Ananda, MA (Akademisi Islam), Dr. Abdul Hakim Siagian, M.Hum
(Pakar Hukum). Kegiatan ini terbuka untuk Umum. Diharapkan kegiatan ini
akan melahirkan rekomendasi dalam penyelesaiaan kasus Siyono dan
Evaluasi Kinerja Densus 88.(Amrizal)
Posting Komentar
Posting Komentar