0
JAKARTA | GLOBAL SUMUT-Penyimpangan kekuasaan tentunya tak boleh terjadi maka ini berarti mesti terhenti di seluruh lini. Salah satu bentuknya adalah kejahatan korporasi yang berangkat dari korupsi dan inilah penyelewangan atas kekuasaan yang dimiliki. Dari titik ini, Bareskrim Mabes Polri meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan investigatif atas dua kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua. Hasilnya, negara jelas merugi atas aksi kejahatan korporasi ini.

Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto menyatakan hal itu, usai menerima Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi di Gedung sementara Bareskrim Mabes Polri, di Jakarta, Kamis (15/06/2017).

Eddy mengungkapkan, kehadirannya hari ini ke Bareskrim Polri untuk memenuhi permintaan Bareskrim memerangi korupsi hingga kejahatan korporasi.

“Berdasarkan permintaan dari Bareskrim Polri, BPK melakukan pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara (PKN) atas dua kasus tindak pidana korupsi terkait pemberian kredit pada BPD Papua,” ungkap Eddy.

“Ada dua kasus yang kami serahkan kepada Kabareskrim. Kasus pertama, penyimpangan dengan kerugian negara sebesar Rp. 270 Miliar, satunya lagi Rp. 89 Miliar. Total kurang lebih atas kasus ini negara merugi sebesar Rp. 351 Miliar. Data penghitungan kerugian negara ini yang akan digunakan juga oleh Bareskrim untuk pengungkapan kasus,” tambah Eddy.

Sementara itu, Ari Dono memaparkan, kasus ini terjadi pada periode 2013-2014 silam.
“Terindikasi terjadi penyimpangan dalam proses pemberian kredit kepada dua debitur yaitu PT. SBI dan PT. VS dari BPD Papua,” papar Ari.
Berdasarkan data yang dimilikinya, rincian penyimpangan lalu terjadi korupsi hingga menjadikan kasus ini sebagai kejahatan korporasi itu mulia dari penyimpangan pada tahap analisis dan persetujuan kredit, penyimpangan pada tahap pencairan kredit, dana pencairan kredit yang digunakan untuk kepentingan pribadi, pemberian restrukturisasi yang sebenarnya tidak memenuhi persyaratan dan peruntukan hingga berujung pada macetnya pembayaran kredit saat jatuh tempo.

Besarnya kerugian negara yaitu mencapai Rp. 351 Miliar, mau tidak mau mesti diambil langkah cepat menambalnya.
“Sudah ada beberapa langkah, beberapa aset juga sudah kita lelang. Misalnya saja 4 kapal yang di Surabaya, kita lelang. Kalau hanya sekedar disita, dibiarkan begitu saja di pelabuhan, justru memakan biaya besar karena menggunakan uang negara. Salah satu cost-nya pasti masuk dalam biaya pengeluaran pengamanan barang bukti. Jadi negara sudah rugi, malah negara kembali mengeluarkan uang, bukan sebaliknya,” kata Ari.

Meski demikian, Bareskrim sendiri masih terus mendeteksi arah aliran penyimpangan itu.
“Kita masih trace lagi penyimpangan dana itu ke mana saja. Jadi saat ini kita masih dalam pengejaran aset dimulai dari 1 tersangka yang sudah diamankan yaitu mantan Dirut BPD Papua. Selain itu, juga dari pihak swastanya, debitur atau corporatenya bakal segera kita jerat,” ujar Ari.
Kejahatan korporasi yang melibatkan dua perusahaan swasta sebagai debitur dan BPD Papua itu rencananya akan dikenakan pasal berlapis. Mulai dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hingga Peraturan MA (Perma) No. 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

“Menggerogoti uang negara yang berasal dari pajak masyarakat demi kepentingan pribadi atau golongan, sebenarnya sama saja telah memakan daging saudaranya hidup-hidup,” tegas Ari.[rs]

Posting Komentar

Top