0
MEDAN | GLOBAL SUMUT-Tidak banyak media massa di Sumatera Utara yang mengangkat isu-isu terkait dana pajak rokok yang merupakan pungutan atas cukai rokok oleh Pemerintah pusat, yang disetor ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.

Sebagian dari dana pajak rokok ini akan masuk ke RKUD Provinsi sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi yang selanjutnya akan ditransfer ke Kabupaten/Kota. Permasalahannya, dana pajak rokok ini belum dikelola secara optimal, sehingga menuntut media massa sebagai perpanjangan kepentingan publik untuk memantaunya secara lebih kritis dan berkelanjutan.

Dalam Pasal 31 UU No. 28/2009 telah diatur bahwa penerimaan dana pajak rokok, baik bagian Provinsi maupun bagian Kabupaten/Kota dialokasikan paling sedikit 50 persen, untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.

Provinsi Sumatera Utara sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk terbesar keempat setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah, mendapat porsi pajak rokok terbesar ketiga; dimana estimasi Kementerian Keuangan RI pada tahun 2016 porsi pajak rokok yang diterima Provinsi Sumatera Utara adalah lebih dari Rp782 miliar. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2017, menjadi Rp833 miliar.

“Mengingat dana pajak rokok telah diamanatkan dalam Undang-undang, maka jurnalis memiliki kewajiban moral untuk mengawasinya, setidaknya untuk mendapatkan gambaran-gambaran terperinci kalau ada penyimpangan dalam penggunaan dananya,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Agoez Perdana, dalam kesempatan workshop “Optimalisasi Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kawasan Tanpa Rokok di Sumatera Utara”, yang digelar AJI Medan dan Yayasan Pusaka Indonesia, di Hotel Grand Darussalam Syariah.

Dihadiri oleh belasan jurnalis lintas media, secara khusus workshop tersebut bermanfaat untuk mendorong para jurnalis melahirkan karya jurnalistik dalam bentuk liputan investigasi dan mendalam yang lebih memiliki nilai berita dalam isu pengendalian tembakau. Selain itu dapat mendorong jurnalis sebagai social control dalam transparansi dan akuntabilitas dana pajak rokok.

“Yang paling utama adalah diharapan workshop ini dapat melahirkan jurnalis yang memiliki daya kritis terhadap persoalan-persoalan di masyarakat dan terhadap pengambil kebijakan, khususnya dalam isu pengendalian tembakau,” tegas Agoez.

Seorang narasumber dalam workshop itu, Elisabeth Juniarti, selaku Staf Divisi Kesehatan dan Pendidikan Yayasan Pusaka Indonesia mengatakan, sejak tahun 2014-2016 target dan realisasi pajak rokok Provinsi Sumatera Utara meningkat.

“Pada tahun 2014 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menargetkan pajak sebesar Rp546,9 miliar, tetapi hanya terealisasi sebesar 73 persen atau setara dengan Rp394,5 miliar. Kemudian pada tahun 2015 dengan target sebesar Rp630 miliar, baru terealisasi 102,6 persen atau setara dengan Rp646,8 miliar. Baru pada 2017 Pemprov Sumut berhasil mencapai 133,7 persen sejumlah Rp759,8 miliar. Angka-angka itu tidak berarti Pemprov Sumut berhasil melaksanakan amanat Pasal 31 UU No. 28/2009,” tegas Elisabeth.

Pada kesempatan yang sama, pengamat anggaran dan kebijakan Sumatera Utara, Elfanda mengungkapkan, beragam regulasi tentang pajak rokok banyak sekali, namun tidak diterapkan secara optimal. Dalam hal pendapatan daerah, tingkat estimasi pendapatan masih belum begitu akurat, bahkan ada Kabupaten/Kota yang seringkali bagi hasil pajaknya tertunda. Keterbatasan sumber-sumber pendapatan di daerah di satu sisi, belanja kebutuhannya tidak terbatas.

“Dukungan politik kebijakan dalam pengelolaan anggaran akibat dampak negatif dari aktivitas merokok masih rendah, berakibat luputnya perhatian dalam penganggaran pembangunan,” jelas Elfanda.

Elfanda berharap, para jurnalis dapat mendorong terwujudnya akurasi estimasi pendapatan yang terukur dari penerimaan pajak rokok oleh Pemerintah daerah. Selain itu media memiliki peran serta lebih untuk mendorong daerah Kabupaten/Kota untuk menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna mengimbangi belanja daerah untuk pembangunan daerah, sehingga distribusi pajak rokok untuk kesehatan dapat berjalan maksimal.

Dalam workshop tersebut, peserta juga mendapatkan materi pemahaman bagaimana melakukan liputan investigasi yang dibawakan oleh Jajang Jamaludin dari Majalah Tempo, yang juga merupakan mantan Sekretaris Jenderal AJI Indonesia. (Ulfah)


Teks Poto: Workshop “Optimalisasi Dana Pajak Rokok Daerah untuk Kawasan Tanpa Rokok di Sumatera Utara”,

Posting Komentar

Top